Bualan Pembebasan Koruptor, Yasonna Laoly Dianggap Manfaatkan Wabah Covid-19, Alasan Kemanusiaan cuma Omong Kosong, Koordinator ICW: Ini Aji Mumpung, Ambil Peluang

Minggu, 05 April 2020 | 11:00
(KOMPAS.com/Dian Erika)

Menkumham Yasonna H Laoly, dianggap hanya manfaatkan situasi untuk bebaskan koruptor

Sosok.ID - Wacana pemberian remisi atau pembebasan bersyarat bagi para napi koruptor di tengah pandemi Covid-19 menuai polemik.

Sejumlah pihak menyesalkan sikap pemerintah yang terkesan mencari kesempatan untuk meringankan hukuman para koruptor melalui wacana revisi Peraturan Pemerintah ( PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

Meski belakangan, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly yang memunculkan wacana tersebut untuk pertama kali, telah mengklarifikasi hal itu.

Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donald Fariz menilai, Yasonna sengaja memanfaatkan wabah Covid-19 sebagai justifikasi untuk merevisi aturan tersebut.

Baca Juga: ICW Rilis 22 Nama Koruptor yang Bisa Bebas Terkait Usulan Pembebasan Napi Untuk Cegah Covid-19, Ada Nama Mantan Menteri Hingga Setya Novanto!

"Wacana ini dimunculkan bisa kita sebut aji mumpung, bisa juga kita melihat sebagai peluang, sehingga ada akal-akalan untuk mengaitkan kasus corona yang terjadi saat ini dengan upaya untuk merevisi PP 99/2012 agar narapidana kasus korupsi bisa menjadi lebih cepat keluar dari selnya," kata Donald dalam konferensi pers, Kamis (2/4/2020) lalu.

Yasonna memunculkan wacana revisi tersebut seiring dengan rencana pembebasan 30.000 napi lain dalam rangka mencegah penyebaran Covid-19 di lembaga pemasyarakatan.

Namun, pembebasan para koruptor itu terhambat oleh keberadaan PP itu. Yasona lalu berencana untuk memberikan asimilasi kepada koruptor berusia di atas 60 tahun dan telah menjalani 2/3 masa pidana yang jumlahnya sebanyak 300 orang melalui revisi PP tersebut.

"Karena ada beberapa jenis pidana yang tidak bisa kami terobos karena Peraturan Pemerintah Nomor 99/2012," kata Yasonna saat rapat kerja dengan Komisi III DPR secara virtual, Rabu.

Baca Juga: Cegah Penyebaran Virus Corona, Yasonna Laoly Wacana Bakal Bebaskan Koruptor, Pakar Antikorupsi UGM: Jangan Dibuat Persyaratan yang Mudah

Menurut Donald, wacana revisi PP itu bukan kali ini saja dilontarkan Yasonna. Saat Yasona mejabat sebagai Menkumham pada periode pertama, wacana revisi itu telah muncul, yaitu tahun 2015.

Karena itu, Donald menilai, wacana tersebut tidak didasari oleh alasan kemanusiaan, melainkan untuk meringankan hukuman para koruptor.

"Kasus corona hanya menjadi momen yang dipakai saja untuk menjadi justifikasi. Jadi bukan soal hak, bukan soal corona, tetapi ini adalah kerjaan dan agenda lama yang memang belum berhasil," ucap Donald.

Sebulan Menghuni Rutan Gunung Sindur, setnov kembali ke Lapas SukamiskinLihat Foto

Baca Juga: Intai Target Terduga Korupsi, 3 Anggota KPK Tiba-tiba Dikepung Warga Desa di Jember dan Hampir Dihakimi Massa, Ternyata Alasanya Sepele!

Berdasarkan catatan ICW, jumlah koruptor yang telah dijebloskan ke penjara hanya 1,8 persen dari total napi yang ada di Indonesia. Angka tepatnya adalah 4.452 napi korupsi dari total 248.630 napi secara umum di Indonesia.

Lapas para napi koruptor sesungguhnya berbeda dengan napi umum lainnya, yang notabene tinggal berhimpit-himpitan di dalam sel. Menurut Donald, tidak tepat jika kemudian pemerintah menjadikan alasan penuh untuk memembaskan para napi koruptor.

ICW pun berharap Presiden Joko Widodo dapat menolak wacana revisi tersebut, seperti yang pernah ia sampaikan kepada publik tahun 2016 silam.

"Kami berharap sikap dari Presiden tersebut konsisten di tahun 2020," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana.

Baca Juga: Sama-sama Ajukan Pembebasan Bersyarat 30 Ribu Napi ke Kemenkumham Bareng Roro Fitria, Saipul Jamil Gagal Hirup Udara Bebas, Ada Apa?

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun menyesalkan munculnya wacana tersebut. Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, napi koruptor tidak tinggal di sel yang penuh, sebagaimana napi umum lainnya.

Dengan demikian, tidak ada alasan bagi Yasonna untuk membebaskan mereka dengan alasan mengurangi kepadatan ruang tahanan.

"Perlu kami tegaskan terhadap napi korupsi yang selama ini dalam pemahaman kami kapasitas selnya tidak penuh, tidak seperti sel napi pidana umum, tidak ada alasan untuk dilakukan pembebasan," kata Ghufron dalam keterangan tertulis, Sabtu kemarin.

Ia menuturkan, masalah kelebihan kapasitas yang dijadikan alasan oleh Yasonna merupakan masalah lama yang sudah terjadi.

Baca Juga: Waduh, Para Tikus Berdasi Pemakan Duit Rakyat Bakal Bebas bersama 30.000 Napi Lain, Menteri Hukum dan HAM sampai Bongkar Aturan Lawas

Namun, hingga kini Kemenkumham belum memperbaiki tata kelola di Lapas Sukamiskin, yang selama ini dikenal sebagai tempat tinggal bagi napi koruptor.

"Sehingga kapasitas sel menjadi tidak imbang. Selama masih seperti ini adanya, tidak beralasan untuk melakukan pembebasan terhadap Napi karena malah akan menimbulkan ketidakaadilan baru," tegas Ghufron.

Hal senada juga disampaikan oleh Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Kemanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.

Ada dua alasan pemerintah untuk tidak memberikan remisi kepada koruptor.

Baca Juga: Anwar Ibrahim, Eks Napi Kasus Sodomi Calon Pengganti Mahathir Mohamad di Kursi Perdana Menteri untuk Pimpin Malaysia

Pertama, mereka tidak menempati sel yang berhimpitan layaknya napi kasus hukum lainnya. Sehingga, mereka dinilai sudah menerapkan physical distancing untuk mencegah penularan Covid-19.

"Kalau (narapidana) tindak korupsi itu sebenaranya tidak uyug-uyugan (berhimpitan) juga sih, tempatnya mereka sudah luas, sudah bisa melakukan physical distancing ya," kata Mahfud, Sabtu malam.

Justru, imbuh dia, jauh lebih baik bila mereka tetap berada di sel, daripada isolasi di rumah masing-masing.

Kedua, pemberian remisi terhadap koruptor memang diatur di dalam PP 99/2012. Namun, ia menegaskan, pemerintah tidak mempunyai rencana untuk merevisi PP tersebut seperti dikemukakan Yasonna selama ini.

Baca Juga: Koruptor Partai Komunis Digerebek Polisi, Gundukan Emas Seberat 13,5 Ton dan Uang Tunai Rp 525 Triliun Tertumpuk di Lantai Ruang Bawah Tanah, Pelaku Diancam Hukuman Mati

"Pada tahun 2015, presiden sudah menyatakan tidak akan mengubah dan tidak punya pikiran untuk merevisi PP Nomor 99 Tahun 2012, jadi tidak ada sampai hari ini itu rencana memberi pembebasan bersyarat kepada napi koruptor," tegas Mahfud.

Setelah mendapati banyak kritikan, Yasonna belakangan menyatakan bahwa wacana revisi itu masih dalam tahap usulan dan belum tentu disetujui Presiden.

Ia juga menegaskan, tidak semua napi di atas usia 60 tahun akan mendapat remisi. Sebab, menurut dia, hanya yang telah menjalani 2/3 hukumanlah yang akan mendapat remisi.

"Sayangnya, banyak beredar kabar di publik dari pegiat antikorupsi seolah napi kasus korupsi yang umur 60 tahun ke atas pasti bebas," kata Yasonna dalam siaran pers, Sabtu.

Baca Juga: Benarkah Dikorupsi? 191 Pohon Monas Diisukan Bernilai Jual Tinggi dan Bakal Jadi Furnitur, Politisi Demokrat: Patut Diduga Pemprov DKI Mencuri Aset Pemda Secara Sengaja!

Ditjen Pemasyarakatan mencatat ada 90 orang napi kasus korupsi yang berusia lanjut. Setelah dikurangi dengan napi yang telah menjalani 2/3 masa pidananya per 31 Desember 2020, jumlahnya tinggal 64 orang.

Dari 64 nama tersebut, klaim Yasonna, hanya ada nama pengacara OC Kaligis dan mantan Menteri ESDM Jero Wacik yang menjadi perhatian.

"Selebihnya, belum bisa dibebaskan karena memenuhi syarat 2/3 masa tahanan meskipun sudah berusia lebih 60 tahun," kata Yasonna. (Dani Prabowo/Kompas.com)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Polemik Pembebasan Napi Koruptor Saat Wabah Covid-19 Merebak"

Editor : Rifka Amalia

Sumber : Kompas.com

Baca Lainnya