Buntut Bombardir Rudal Iran di Irak, Lebih dari 100 Tentara AS Didiagnosis Cedera Otak Traumatis Meski Donald Trump Sempat Klaim: Tak Ada Orang Amerika yang Dirugikan

Selasa, 11 Februari 2020 | 18:15
Spc. Derek Mustard/en.wikipedia.org

Serangan rudal Iran pada 8 Januari 2020 lalu membawa petaka bagi pasukan AS, lebih dari 100 pasukan AS menderita cedera otak traumatis.

Sosok.ID - Serangan rudal Iran pada 8 Januari 2020 lalu membawa petaka bagi pasukan Amerika Serikat (AS).

Melansir Business Insider, Reuters pertama kali melaporkan pada Senin (10/2/2020), bahwa lebih dari 100 pasukan AS telah didiagnosis mengalami cedera otak traumatis.

Cedera ini adalah rangkaian setelah serangan rudal Iran 8 Januari lalu terhadap pasukan AS di Irak.

Seperti diketahui, Irak meluncurka rudal-rudalnya di pangkalan militer AS di Irak, yakni Ain al-Assad dan Irbil.

Presiden AS, Donald Trump dalam kicauannya di twitter sempat menyebutkan bahwa,

Baca Juga: Seek And Destroy, CN-295 TNI Sebenarnya Bisa Dilengkapi Rudal untuk Libas Kapal Perang China di Natuna Utara

"All is well, So far, so good! We have the most powerful and well equipped military anywhere in the world, by far! I will be making a statement tomorrow morning.

(Semuanya baik-baik saja, sejauh ini baik-baik saja! Kami mempunyai peralatan militer yang paling canggih dan terbaik yang ada di dunia ini!)" ungkap Donald Trump di akun twitter pribadinya.

Presiden Donald Trump juga telah membrikan pernyataan segera setelah serangan itu bahwa "tidak ada orang Amerika yang dirugikan,"

Tetapi hingga kini, semakin banyak pasukan AS yang didiagnosis dengan Traumatic Brain Injury (TBI).

Gejala-gejala tersebut memerlukan waktu untuk muncul, sehingga tak dapat segera diketahui.

Baca Juga: Ketahuan Sudah Jenis Kapal Perang China di Natuna Utara, Fregat Jiangkai Class Bisa Tembakkan Rudal Jelajah Berjangkauan 200 Kilometer

Beberapa jam setelah laporan awal, Pentagon mengkonfirmasi bahwa 109 anggota layanan AS telah didiagnosis dengan cedera otak traumatis.

Dari mereka yang didiagnosis, 76 dikatakan telah kembali bertugas.

Sementara sebanyak 27 anggota layanan telah dipindahkan ke AS.

Beberapa waktu lalu, dunia Internasional dikejutkan oleh kabar tewasnya Qasem Soleimani, Mayor Jenderal Senior Iran yang gugur dalam operasi serangan udara AS pada Jumat (3/1/2020).

Sebelumnya, Iran diketahui mendukung sebuah milisi yang melakukan penyerangan terhadap kedutaan besar Amerika Serikat di Bagdad pada Selasa, 31 Desember 2019.

Baca Juga: Bukan KRI Alugoro atau Scorpene, Ini Dia Kapal Selam Incaran Indonesia Karena Bisa Tembakkan Rudal Jarak Jauh, Rencana Dibeli untuk Hadapi Australia

Serangan tersebut kemudian berujung pada serangan balasan yang menewaskan jenderal tertinggi Iran, Qasem Soleimani.

Berikrar akan segera membalaskan dendam, Iran mengirim serangan pada 8 Januari dengan memborbardir pangkalan militer AS di Irak menggunakan rudal balistik Iran.

Presiden Donald Trump awalnya mengatakan bahwa "tidak ada orang Amerika yang dirugikan," tetapi seiring berjalannya waktu, jumlah anggota yang terluka terus meningkat.

Komando Pusat AS pertama kali melaporkan pada 16 Januari bahwa 11 anggota layanan telah dirawat karena diduga TBI.

Pada 24 Januari, Pentagon mengungkapkan bahwa jumlah pasukan yang terkena dampak serangan Iran meningkat menjadi 34 orang.

Baca Juga: Usai Mengakui Kesalahan yang Semula Dituduhkan ke AS, Iran Umumkan Telah Menangkap Sejumlah Terduga Pelaku yang Tembakkan Rudal ke Pesawat Ukraina

CNN kemudian melaporkan pada 28 Januari bahwa 50 anggota layanan AS telah didiagnosis dengan TBI.

Departemen Pertahanan mengumumkan pada 30 Januari bahwa jumlah itu meningkat menjadi 64 pasukan.

Sekarang, menurut Reuters, jumlahnya lebih dari 100, menurut seorang pejabat AS yang mengkonfirmasi laporan Reuters ke ABC News.

Pentagon menggunakan istilah "TBI" atau yang biasa disebut dengan "gegar otak," yang diklasifikasikan sebagai cedera otak traumatis ringan.

Meskipun begitu, Michael Kaplen, seorang pengacara cedera otak dan dosen di The George Washington University Law School, mengungkapkan tak ada yang namanya istilah cedera otak ringan.

Baca Juga: Beredar Video Detik-Detik Pesawat Ukraina Airlines 752 Terhantam Rudal Iran di Udara! Ini Videonya!

"Tidak ada yang ringan tentang cedera otak," ungkapnya, dikutip dari Insider.

"Istilah 'ringan' benar-benar keliru ketika menyangkut cedera otak traumatis"

"Ini telah disalahgunakan untuk mengkarakterisasi apa yang dimaksud dengan cedera otak dalam hal konsekuensinya," jelasnya.

"Ini meremehkan cedera yang sangat serius dan signifikan."

Presiden bukan hanya satu kali meremehkan dilaporkan.

Baca Juga: Pesawat Ukraina Jatuh Terbakar di Iran Hingga Tewaskan 170 Penumpang, Sempat Ada Larangan Terbang Gegara Serangan Roket Milik AS, Kena Tembakan Rudal?

"Saya mendengar bahwa mereka mengalami sakit kepala dan beberapa hal lain, tetapi saya akan mengatakan dan saya dapat melaporkan bahwa itu tidak terlalu serius," kata Trump pada 22 Januari 2020, dilansir Sosok.ID, dikutip dari Insider, Selasa (11/2/2020).

Ia menambahkan, "Saya tidak menganggap mereka mengalami cedera yang sangat serius dibandingkan dengan yang lain, cedera yang pernah saya lihat." ungkap Trump.

Adapun setiap cedera otak dapat memiliki dampak fisik, kognitif, emosional dan perilaku tertentu yang mengganggu, beberapa di antaranya mungkin bertahan seumur hidup.

(*)

Editor : Seto Ajinugroho

Sumber : Bussines Insider

Baca Lainnya