Kejaksaan Bakal Jalankan Hukum Kebiri Pertama di Indonesia, Ikatan Dokter Ogah Jadi Eksekutor: Tak Adil dan Langgar Etik Kedokteran!

Senin, 26 Agustus 2019 | 16:00
Kolase tangkap layar Kompas TV dan Freepict.com

Kejaksaan Bakal Jalankan Hukum Kebiri Pertama di Indonesia, Ikatan Dokter Indonesia Ogah Jadi Eksekutor.

Sosok.ID - Setelah proses pertimbangan yang panjang, Majelis persidangan akhirnya menjatuhkan hukum kebiri kepada Muh Aris (21) pria asal Dusun Mengelo, Mojokerto, Jawa Timur.

Hukuman kebiri ini dijatuhkan kepada Muh Aris atas aksi bejatnya terhadap sembilan anak di bawah umur.

Tak hanya dijatuhi hukum kebiri, Muh Aris juga akan jalani hukum penjara selama 12 tahun dengan Rp 100 juta, subsider 6 bulan kurungan.

Melansir Kompas.com dan Tribunnews, hukuman ini dijatuhkan lantaran Pengadilan memutuskan Aris terbukti melanggar pasal 76 D junto Pasal 81 ayat (2) UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak.

Baca Juga: Bakal Jadi Ibukota Baru Karena Minim Bencana Alam, Kaltim Disebut BMKG Miliki 3 Sesar Gempa Aktif yang Pernah Timbulkan Tsunami

Putusan pidana 12 tahun kurungan dan kebiri kimia sudah inkrah berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi Surabaya dengan nomor 695/PID.SUS/2019/PT SBY dan tertanggal 18 Juli 2019.

Untuk tren hukum di Indonesia yang berlaku, sanksi kebiri kimia ini baru pertama kali dilakukan, terlebih lagi untuk wilayah Mojokerto.

Kasi Intel Kejari Kabupaten Mojokerto, Nugroho Wisnu mengatakan dari sekian kasus kejahatan seksual yang terjadi baru kali ini keluar vonis hukuman kebiri kimia.

"Untuk wilayah Mojokerto, ini yang pertama kali," kata Nugroho Wisnu saat dihubungi Kompas.com, Minggu (25/8/2019) malam.

Baca Juga: Sempat Ditolong Siswa SMK yang Lihat Tubuhnya Terbakar Saat Unjuk Rasa di Cianjur, Ipda Erwin Meninggal Dunia

Adanya hukuman kebiri kimia ini berdasarkan pertimbangan keputusan para hakin di Pengadilan Negeri Mojokerto.

Putusan perkara kasus pelecehan dan kekerasan anak yang menjerat Aris kala itu naik bandung ke Pengadilan Tinggi Surabaya.

Kala itu Jaksa Penuntut Umum menilai vonis hukuman 12 tahun penjara yang dijatuhkan hakim masih terlalu ringan dibanding tuntutan yang diajukan jaksa.

Sehingga Pengadilan Tinggi Surabaya akhirnya menjatuhkan putusan yang memperkuat putusan pengadilan Negeri Mojokerto yakni hukum kebiri kimia.

Baca Juga: Buntut Kasus Oknum Polwan Kirim Miras untuk Mahasiswa Papua, Kapolda Jabar Nonaktifkan Jabatan Kapolsek Sukajadi

Kendati telah diputuskan, rupanya vonis hukum kebiri kimia di Indonesia ini masih memiliki celah disana-sini.

Salah satunya adalah belum adanya petunjuk teknis dari Kejaksaan Agung terkait pelaksaan hukum kebiri kimia ini.

Saat ini, pihak Kejati Jatim masih mengonsultasikan teknis eksekusi pada Kejasaan Agung

"Hukuman kebiri kimia baru pertama kali di Indonesia, dan belum ada juknisnya.

Baca Juga: Mengaku Kerasukan Roh Halus, Seorang Penumpang Travel Nekat Lakukan Tindak Pelecehan Pada Sopir Wanita

Karena itu kami masih menunggu petunjuk dari Kejaksaan Agung," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Jatim, Richard Marpaung, dikonfirmasi Minggu (25/8/2019) malam.

Tak hanya belum adanya petunjuk teknis untuk pelaksanaan hukum kebiri, rupanya pihak kejaksaan negeri pun masih kesulitan mencari rumah sakit yang bersedia mengeksekusi.

"Kalau untuk pidana kurungannya sudah bisa dilakukan eksekusi. Namun, untuk kebiri kimia, kami masih mencari rumah sakit yang bisa," kata Wisnu, saat dihubungi Kompas.com, Jumat (23/8/2019).

Sementara itu, menurut Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ilham Oetama Marsis mengatakan bahwa pihaknya menolak bila nantinya dijadikan eksekutor.

Baca Juga: Mengharukan, Didiagnosa Kanker Lambung Stadium Lanjut, Seorang Ayah Buat Daftar Janji pada Anaknya untuk Berjuang Melawan Penyakitnya

Hal ini dikarenakan pelaksaan hukum kebiri oleh dokter dianggap melanggar Sumpah Dokter dan Kode Etik Kedokteran Indonesia.

"Kita tidak menentang perppu mengenai tambahan hukuman kebiri. Namun, eksekusi penyuntikan janganlah seorang dokter," jelas Ilham Oetama Marsis seperti yang dikutip Sosok.ID dari Kompas.com.

Ilham Oetama Marsis menegaskan pihaknya setuju mendukung adanya hukuman berat bagi para pelaku kekerasan seksual pada anak.

Namun apabila pihaknya dilibatkan dalam pelaksanaan hukum kebiri, Ilham Oetama Marsis menolak.

Baca Juga: Tak Hanya Hukuman Kebiri, Ada Sanksi Hukum Lainnya untuk Pelaku Kejahatan Seksual Anak Menurut Undang-Undang

Melansir Kompas.com, wakil ketua IDI, Daeng Mohammad Faqih justru mempertanyakan efektif atau tidaknya hukum kebiri kimia ini.

Pasalnya, hukum kebiri kimia dapat berpotensi mengubah fisik dan psikis pasien yang sudah normal ke kondisi abnormal.

Menurut Daeng, jika dilakukan dalam perspektif hukuman, kebiri kimiawi belum tentu menyembuhkan predator seksual dari kelainan yang dideritanya.

"Jika dilakukan dalam perspektif rehabilitasi justru si predator seksual akan bisa sembuh karena output dari rehabilitasi memang untuk kesembuhan.

Baca Juga: Seorang Ayah Terpaksa Bopong Jenazah Anaknya Pulang Jalan Kaki Gara-gara Ditolak Pinjam Ambulans, Dinkes Tangerang: Saya Mohon Maaf

Kalau perspektifnya hukuman kan tidak ada output kesembuhan," ujar Daeng.

menurut Daeng hukum kebiri dapat berpotensi menimbulkan ketidakadilan bagi pelaku.

Hal ini dikarenakan seorang pelaku pelecehan belum tentu melakukan kekerasan seksual berdasarkan dorongan libido atau hormonal.

Bisa jadi hal tersebut didorong oleh hormon atau kejiwaan pelaku yang tidak stabil.

Baca Juga: Misteri Kasus Pembantaian ABK KM Mina Sejati Terungkap, 3 Pelaku Diduga Bunuh Diri Usai Membabi Buta Habisi Korban dengan Parang

"Kalau ternyata dia melakukan kekerasan seksual bukan atas dorongan libido atau hormonal tetapi tetap dilakukan proses kebiri kimiawi terhadapnya, itu sangat tidak adil dan melanggar etik kedokteran.

Kalau dia terlanjur sudah dihukum kebiri padahal yang membuat dia kelainan dari aspek kejiwaan, bukan dari hormonal, kan malah enggak sembuh," pungkas Daeng Mohammad Faqih.

(*)

Editor : Tata Lugas Nastiti

Sumber : Kompas.com, Tribunnews.com

Baca Lainnya