Sosok.id - 15 Desember diperingati sebagai Hari Juang Kartika untuk mengenang pertempuran pasukan infanteri Tentara Kemananan Rakyat (TKR) dan laskar rakyat melawan pasukan Sekutu di Ambarawa pada 1945.
Awalnya peringatan untuk mengenang Palagan Ambarawa ini bernama Hari Infanteri.
Dikutip dari Kompas.com, pada 1999 muncul Keputusan Presiden RI Nomor 163/1999 untuk mengganti nama Hari Infanteri menjadi Hari Juang Kartika.
Peristiwa militer yang terjadi di Ambarawa begitu penting dalam sejarah militer Indonesia lantaran pasukan TKR dan laskar rakyat berhasil memukul mundur Belanda dan Sekutu.
Baca Juga: Aneka Lomba Menyambut HUT RI ke 74, Dari Lomba Pakaian Adat Hingga Lomba Tarik Lokomotif Kereta
Kemenangan TKR tercatat sebagai kemenangan pertama institusi militer Indonesia pasca-kemerdekaan.
Palagan Ambarawa merupakan satu dari deretan tinta emas sejarah perjuangan bangsa dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan.
Begitu hebatnya Pertempuran Ambarawa telah menginspirasi TNI Angkatan Darat bahkan berbagai negara dalam memperjuangkan kemerdekaannya.
Secara singkat, Pertempuran Ambarawa bermula ketika tentara Sekutu yang diikuti pasukan NICA di bawah pimpinan Brigadir Jenderal Bethel mendarat di Semarang pada bulan Oktober 1945.
Baca Juga: Astrolog Beberkan Rahasia Kenapa Bung Karno dapat Pikat Hati Banyak Wanita
Kehadiran mereka awalnya disambut baik oleh Pemerintah Indonesia dengan misi mengurus tawanan perang di penjara Ambarawa dan Magelang saat masa pendudukan Jepang.
Namun nyatanya, tentara Sekutu justru membebaskan dan mempersenjatai bekas tawanan perang.
Peristiwa ini memicu insiden bersenjata di Magelang hingga meluas menjadi pertempuran antara Sekutu melawan pasukan TKR.
Insiden tersebut sempat berakhir setelah Presiden Soekarno datang ke Magelang dan berunding dengan Brigadir Jenderal Bethel.
Namun Sekutu mengingkari perjanjian tersebut dan berimbas pada pertempuran antara TKR dengan Sekutu.
Pasukan Sekutu terdesak dan mencoba menduduki dua desa sekitar Ambarawa dengan bantuan armada udara dari Semarang
Baku tembak terjadi, Letnan Kolonel Isdiman yang saat itu turut bertempur gugur terkena tembakan pesawat Sekutu.
Gugurnya Letkol Isdiman tidak menyurutkan perjuangan TKR. Prinsip “gugur satu tumbuh seribu” sudah mendarah daging dalam sanubari pasukan TKR.
Gugurnya Letkol Isdiman membuat Kolonel Soedirman selaku Komandan Divisi V Banyumas mengambil alih komando.
Dengan segala keterbatasan, Kolonel Soedirman membangun organisasi kekuatan melalui strategi perang “Supit Urang” atau pengepungan dari kedua sisi membuat musuh benar-benar terkurung.
Taktik ini seperti kejutan bagi tentara sekutu, tak disangka oleh tentara Sekutu bagaimana taktik perang ini begitu rapi, bahkan akibat taktik ini suplai bantuan dan komunikasi dari tentara Sekutu terputus.
Taktik Perang "Supit Urang" akhirnya dapat menghancurkan dan merebut benteng terkuat di Ambarawa.
Baca Juga: Grafolog Ungkap Rahasia Tulisan Bung Karno : Tanda Tangan Seorang Pemimpin Bentuknya Dinamis
Dilansir dari laman tniad.mil.id, merupakan salah satu taktik perang yang terbaik di dunia militer pada masa perang dunia kedua.
Selain strategi perang gerilya, ternyata masih ada strategi perang yang juga menjadi salah satu ikon dari Jenderal Sudirman dan diakui oleh dunia.(*)