Sosok.ID - Kasus penembakan Bripka Rachmat Effendy oleh rekannya sendiri, Brigadir Rangga Tianto masih terus bergulir.
Melansir Kompas.com, atas kasus penembakan Bripka Rachmat Effendy, Brigadir Rangga Tianto terancam dipecat dari kepolisian dan vonis hukuman mati.
Diketahui, Bripka Rachmat Effendy tewas tertembak oleh rekannya sendiri, Brigadir Rangga Tianto pada Kamis (25/7/2019) malam.
Bripka Rachmat Effendy tewas ketika dirinya tengah meredam aksi tawuran di wilayah Cimanggis, Depok.
Tewasnya Bripka Rachmat Effendy ini diakibatkan tembakan peluru dari pistol yang dipegang oleh rekannya sesama Pokdarkamtibmas, Brigadir Rangga Tianto.
Melansir Tribunnews, penembakan ini terjadi lantaran ada cekcok antara Bripka Rachmat Effendy dan Brigadir Rangga terkait pengamanan salah satu pelaku aksi tawuran.
Usut punya usut, salah satu pelaku tawuran yang diamankan Bripka Rachmat Effendy adalah keponakan Brigadir Rangga Tianto yang berinisial FZ.
Kepala Subdit Regident Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Sumardji mengatakan sebelum penembakan terjadi, Bripka Rachmat Effendy sempat mengirim foto dan pesan terkait aksi pengamanan FZ.
Dalam pesan yang dikirim via WhatsApp tersebut, Bripka Rachmat Effendy mencatutkan informasi lengkap mengenai kondisi FZ dan barang-barang yang dibawa FZ.
Baca Juga: Atas Kemauan Sendiri, Wanita Ini Berjuang Carikan Janda untuk Dimadu Suaminya
Pesan tersebut pun dikirim Bripka Rachmat Effendy kepada rekan kerjanya di Subdit Regident Ditlantas Polda Metro Jaya.
Berdasarkan keterangan dari AKBP Sumardji, Bripka Rachmat Effendy bukan mau menangkap keponakan rekannya itu karena terlibat tawuran.
Melainkan justru ingin menyelamatkan FZ dari amukan warga dan massa dan membawanya ke Mapolsek Cimanggis.
Baca Juga: Peristiwa Kudatuli, Saat DPP PDI Megawati Soekarnoputri Tak Diakui Oleh Pemerintah Indonesia
"Kalau si pelaku tawuran itu tidak diamankan dan dibawa Bripka Rachmat ke Polsek Cimanggis, ia bisa dihajar massa dan warga di sana.
Karena warga sudah geram dan kesal dengan aksi tawuran sekelompok anak muda itu.
Silakan anda cek ke lapangan, karena ini fakta yang terjadi sebelumnya," kata Sumardji seperti yang dikutip Sosok.ID dari Tribunnews.
Namun rupanya aksi penyelamatan yang dilakukan Bripka Rachmat Effendy ini justru dibalas dengan aksi penembakan yang dilakukan Brigadir Rangga Tianto.
Melansir Warta Kota, sebelum aksi penembakan itu terjadi, AKBP Sumardji semapt menceritkan bahwa istri Bripka Rachmat Effendy ini sempat memiliki perasaan tak enak tentang suaminya.
Hal itu diketahui AKBP Sumardji saat datang berkunjung ke rumah almarhum untuk menyampaikan belasungkawa, Jumat (26/7/2019).
Dari cerita yang diungkapkan AKBP Sumardji, istri Bripka Rachmat Effendy sempat melarang suaminya bertugas.
"Karena isterinya merasa perasaannya enggak enak, yang mungkin juga firasat, maka isterinya sempat meminta Bripka Rachmat tak usah dulu ikut membubarkan tawuran pemuda," kata Sumardji.
Namun karena tuntutan dan tanggung jawab tugas sebagai Ketua Pokdarkamtibmas, Bripka Rachmat pun tak mengindahkan permintaan sang istri.
Baca Juga: Kisah Kinantan Arya Bagaspati, Tiga Tahun Harumkan Indonesia di Olimpiade Matematika Dunia
Hingga akhirnya firasarat sang istri malah berubah menjadi kenyataan dan Bripka Rachmat Effendy tewas saat bertugas.
Dilansir Sosok.ID dari Kompas.com, saat ini Brigadir Rangga Tianto tengah menjalani pemeriksaan di Reserse Polda Metro Jaya.
Kakorpolairud Baharkam Polri, Irjen Zulkarnain Adinegara mengatakan, Brigadir Rangga Tianto bisa terkena hukuman seumur hidup bahkan dihukum mati dan dipecat dari kepolisian.
Anggota Direktorat Polisi Air Badan Pemeliharaan Keamanan Polri itu menembak Bripka Rahmat Efendy hingga tewas di Polsek Cimanggis, Depok.
"Sanksi untuk pidana umum kan menghilangkan nyawa orang lain bisa seumur hidup atau bahkan hukuman mati," ucap Zulkarnain ketika datang ke rumah duka Bripka Rahmad di kawasan Tapos, Depok, Jumat (26/7/2019).
Selain itu, Brigadir Rangga juga terancam dipecat dari profesinya sebagai polisi.
Hal ini dianggap sebagai pelanggaran etika dan disiplin sebagai anggota kepolisian yang bertentangan dengan norma dan hukum yang berlaku.
(*)