Sosok.id - Setiap orang tua pastilah ingin anaknya sukses ketika dewasa.
Bisa menempuh studi setinggi-tingginya supaya nasibnya tak seperti kedua orangtuanya.
Begitu mungkin pemikiran kedua orangtua Herayati.
Kendati tak bisa menyokong secara finansial namun doa dan dukung serta nasihat selalu diberikan untuk menyemangati sang anak meraih mimpinya.
Heryati, lulusan S2 ITB dengan predikat cum laude dan ditempuh selama 10 bulan.
Ia patut berbangga karena jerih payah dan usahanya tak sia-sia.
Hera, sapaannya, hanyalah anak pengayuh sepeda di Cilegon.
Sedang sang ibu hanyalah ibu rumah tangga biasa.
Kisah perjuangan Hera bermula ketika ia masih duduk di MTs.
Berbekal cerita dari sang guru mengenai alumnus MTs yang bisa bersekolah di ITB dengan beasiswa.
Hal tersebut menggugah hati dan pikiran Hera remaja.
Keinginan kuat untuk merubah nasib keluarga melalui jalur akademi ini menggugah tekadnya.
Dari masa MTs inilah hanya satu tujuan yang diinginkan Hera, bisa mengenyam bangku kuliah di ITB dengan jalur beasiswa.
Segala upaya dilakukan anak bungsu dari Sawiri dan isteri ini mulai mengencangkan ikat kepala demi mimpinya itu.
"Saya emang udah punya keinginan masuk ITB sejak kelas 9 MTS, di MTs Negeri Pulomerak waktu itu saya sekolah," kata Hera.
"Itu ada guru saya yang menceritakan ada alumni MTs yang kuliah di ITB dengan beasiswa. Saya ingin kuliah yang ada beasiswanya, jadi waktu itu saya tahunya cuma di ITB, maka saya pengin kuliah di ITB gitu," tambahnya.
"Waktu masuk MAN, saya mulai merintis perjuangan, mulai belajar buat tes masuk ITB. Kelas 10 dan 11 saya belajar otodidak, sendiri, ya paling di sekolah ya dibimbing sama guru saja, tapi kalau di rumah saya sendiri, ga ikut bimbel," ujarnya kepada wartawan Kompas.com.
Namun nasib berkata lain, selepas SMA, Hera sempat gagal masuk ITB lewat jalur undangan.
Kegagalan itu tak lantas mematahkan mimpinya yang telah kuat sejak SMP.
Ia ikut seleksi berikutnya lewat jalur tes tertulis, hasilnya pun tak mengecewakan.
Hera diterima di ITB jurusan Teknik Kimia.
Tekad Hera membuahkan hasil, baru masuk ITB ia sudah mendapatkan beberapa beasiswa.
Dari Bidikmisi dan juga bantuan dari Pemerintah Kota Cilegon.
Namun biaya tersebut hanya cukup untuk biaya kuliah saja.
Si bungsu dar empat bersaudara ini harus putar otak untuk biaya hidup di Bandung.
Ia memutuskan untuk menjadi asisten dosen hingga ngajar bimbel supaya dapat uang tambahan.
"Akhirnya saya cari tambahan, mulai dari jadi asisten dosen, hingga ngajar bimbel," kata dia.
Karena kegigihannya yang sudah ia rencanakan sejak SMP itu akhirnya pada Juli 2018 ia lulus S1 dari ITB dengan predikat cum laude.
IPK nya capai 3,77, bahkan semasa masih dibangku kuliah, pada 2017 ia pernah menjadi delegasi Indonesia dalam acara Pasific Future Leader Conference di Kuala Lumpur, Malaysia.
Setelah lulus ia sempat diminta datang ke Untirta, sejalan dengan cita-citanya yang ingin jadi dosen namun saat itu ia baru lulus S1 sedang sarat jadi dosen minimal S2.
"2018 lalu saya diminta datang ke Untirta, tapi saat itu saya baru lulus S1, sementara jadi dosen minimal S2," kata Hera, kepada Kompas.com, di kediamannya di Jalan Masigit-Sumur Menjangan, Grogol, Kota Cilegon, Banten, Rabu (24/7/2019).
Ia lalu mengambil studi S2 di ITB dengan jalur fast track.
Kesempatan itu tak ia sia-siakan, Hera lulus S2 dengan predikat cum laude, IPKnya capai 3,8.
Ia yang menargetkan lulus selama 1 tahun ternyata bisa lulus hanya dalam waktu 10 bulan.
Itu pun setengah masa kuliahnya dihabiskan di Chulalongkorn University Thailand lewat program student exchange.
Setelah menyelesaikan S2 ia pun diminta kembali Universitas Sultan Ageng Tirtayasa untuk menjadi dosen di sana.
"Maunya jadi dosen tetap, tapi harus PNS, sambil menunggu penerimaan, jadi dosen luar biasa dulu sementara di teknik untuk kimia dasar, mulai ngajar bulan September ini," kata perempuan kelahiran 17 April 1997 itu.
Usaha yang luar biasa ditunjukkan oleh Heryanti, walau dari anak tukang Becak namun ia bisa mewujudkan cita-citanya untuk jadi dosen.
"Walaupun tidak punya, Bapak dan Mama tidak pernah melarang, walaupun diam, tapi tidak pernah bilang jangan, selalu mendukung, walaupun tidak lewat materi, tapi doanya luar biasa," tandasnya.
(*)