Follow Us

facebookinstagramyoutube_channeltwitter

Kisah Satu-satunya Jenderal TNI Gondrong yang Bikin Soeharto Menangis!

Andreas Chris Febrianto Nugroho - Rabu, 01 Februari 2023 | 12:12
Soedjono Hoemardani, sosok jenderal TNI gondrong yang mampu buat Seoharto menangis
tangkapan layar buku / Youtube

Soedjono Hoemardani, sosok jenderal TNI gondrong yang mampu buat Seoharto menangis

Sosok.ID - Punya aturan soal tata rambut prajuritnya, ternyata TNI pernah miliki seorang jenderal gondrong.

Tak hanya itu saja, jenderal gondrong itu dikisahkan pernah membuat Presiden kedua RI, Soeharto menangis.

Namun sosok jenderal gondrong tersebut tak banyak diketahui publik.

Hingga pada 12 Maret 1986, sosok jenderal gondrong itu mencuri perhatian masyarakat Indonesia.

Ya, saat itu sang jenderal gondrong dikabarkan meninggal dunia dan prosesi pemakamannya ditayangkan di satu-satunya saluran televisi, TVRI.

Lantas siapakah sosok jenderal TNI berambut gondrong tersebut?

Diketahui ternyata sosok jenderal TNI berambut gondrong itu bernama Soedjono Hoemardani.

Tak banyak diketahui sosoknya, siapa sangka Soedjono Hoemardani bukanlah orang sembarangan.

Kala sang jenderal gondrong dimakamkan, bahkan Presiden Soeharto sampai meneteskan air mata.

Dalam catatan sejarah, Soedjono Hoemardani memang dikenal sebagai jenderal TNI yang nyentrik termasuk soal potongan rambut.

Bukannya terlihat layaknya prajurit TNI lain, Soedjono Hoemardani justru dianggap seperti seniman karena penampilannya.

Selain itu, Soedjono Hoemardani juga dikenal bukan seorang jenderal perang seperti Soeharto.

Tetapi ada satu kelebihan yang dimiliki Soedjono Hoemardani melebihi prajurit TNI lainnya.

Yakni soal hitung-menghitung keuangan atau terkait dunia ekonomi, Soedjono tak bisa disepelekan.

Sejak muda, sosok yang dikenal dengan sapaan Djonit ini memang lebih mengenal soal ekonomi ketimbang militer.

Melansir dari Surya.co.id, Soedjono Hoemardani merupakan putra dari Raden Hoemardani, seorang pedagang di wilayah Carikan, barat Pasar Klewer Solo.

Sejak kecil Soedjono telah mengenal kemewahan dan dunia niaga lantaran profesi sang ayah.

Raden Hoemardani merupakan pemasok bahan makanan dan pakaian pamong serta abdi keraton Kasunanan Surakarta.

Menggeluti dunia bisnis, Soedjono sempat mengenyam pendidikan di Gemeentelijke Handels School (sekolah dagang di Semarang).

Pada tahun 1937, Soedjono lulus pendidikan dan kembali ke Solo untuk meneruskan usaha sang ayah.

Soedjono Hoemardani, jenderal TNI gondrong nan nyentrik kesayangan Soeharto

Soedjono Hoemardani, jenderal TNI gondrong nan nyentrik kesayangan Soeharto

Menginjak usia 20 tahunan, Soedjono muda tergabung di organisasi bernama Indonesia Muda dan menjabat sebagai bendahara.

Selain itu ia juga mendapat jabatan sebagai wakil komandan keibodan (pembantu polisi jaman pendudukan Jepang) bernama fukudanco.

Dalam artikel berjudul 'Soedjono Hoemardani dan Orde Baru' di majalah Prisma edisi khusus 20 tahun, Prisma di Atas Panggung Sejarah Dari Sultan ke Ali Moertopo tahun 1991, kemahiran Soedjono membuatnya diangkat sebagai anggota Badan Keamanan Rakyat (sebelum TNI).

“Sejak awal karier militernya pada masa revolusi, Soedjono Hoemardani ditugaskan mengelola bidang ekonomi dan keuangan. Sebagai anggota Badan Keamanan Rakyat (BKR), suatu organisasi keamanan yang kelak berubah menjadi Tentara Nasional Indonesia dan berhubungan dengan Badan Penolong Keluarga Korban Perang (BPKKP), dia ditunjuk sebagai ketua bagian keuangan BPKKP di sekitar Solo,” tulis Michael Sean Malley dalam artikel.

Memulai karier militer tanpa berperang, Soedjono muda mendapat pangkat letnan dua.

Bahkan meski tak biasa berperang, Soedjono mampu melesat hingga berpangkat jenderal.

Dalam buku berjudul Soedjono Hoemardani 1918-1986, Harry Tjan Silalahi menulis bahwa sang jenderal gondrong pernah menduduki jabatan bendahara di Resimen 27 Divisi IV berpangkat Letnan Dua tahun 1945-1947.

Soedjono naik pangkat menjadi Letnan Satu dengan jabatan perwira bagian keuangan Divisi pada tahun 1949.

Lalu berturut-turut pada 1950 Soedjono nak menjadi Kapten, dan dipindah ke Semarang.

Di tahun 1957 Soedjono naik pangkat lagi menjadi Mayor untuk menduduki jabatan Direktorat Administrasi Angkatan Darat (DAMAD) di Bandung.

Tahun 1961 pangkat Djonit naik lagi menjadi Letnan Kolonel dan duduk sebagai Wakil Deputi III?KSAD.

Sebagai prajurit militer, Soedjono tidaklah mahir berperang tetapi ia memiliki kemampuan khusus dibidang eknonomi dan administrasi.

Terbukti sang jenderal gondrong pernah dikirim belajar ke Fort Benjamin Harisson, Amerika Serikat sebelum menduduki jabatan di Finansial Ekonomi Markas Besar Angkatan Darat (MBAD) tahun 1963-1965.

Setahun kemudian Soedjono naik pangkat menjadi kolonel dan ditempatkan sebagai Pembantu Khusus Ekubang/Warpam Sospol.

Richard Borsuk dan Nancy Chang di buku 'Liem Sioe Liong dan Salim Group' Soedjono memiliki kedekatan dengan Soeharto yang tak biasa.

Bahkan disebut ada jalur khusus jika Soedjono ingin menemui sang Presiden.

Konon hubungan keduanya terkait Soediyat Prawirokoesoemo alias Romo Diyat, seorang guru spiritual yang pernah bilang pada Soedjono agar menjaga Soeharto karena dipercaya akan menjadi orang besar.

Nama Soedjono juga cukup mentereng lantaran ia menjadi pendiri Centre for Strategic and International Studies (CSIS).

Soedjono Hoemardani nyentrik bukan isapan jempol belaka, selain soal gaya rambut gondrong.

Sang jenderal gondrong juga mendapat gelar doktorandus dan dicap sebagai tokoh tari Jawa di Solo.

Soedjono merupakan mertua dari mantan Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo.

(*)

Baca Juga: Kisah Perjuangan Ayu Ting Ting Hingga Jadi Biduan Terkaya, Penuh Air Mata

Baca Juga: Kisah Agus, Pria yang Kabur dari Rumah 25 Tahun karena Takut Disunat

Editor : Sosok

Baca Lainnya





PROMOTED CONTENT

Latest

x