Dalam artikel berjudul 'Soedjono Hoemardani dan Orde Baru' di majalah Prisma edisi khusus 20 tahun, Prisma di Atas Panggung Sejarah Dari Sultan ke Ali Moertopo tahun 1991, kemahiran Soedjono membuatnya diangkat sebagai anggota Badan Keamanan Rakyat (sebelum TNI).
“Sejak awal karier militernya pada masa revolusi, Soedjono Hoemardani ditugaskan mengelola bidang ekonomi dan keuangan. Sebagai anggota Badan Keamanan Rakyat (BKR), suatu organisasi keamanan yang kelak berubah menjadi Tentara Nasional Indonesia dan berhubungan dengan Badan Penolong Keluarga Korban Perang (BPKKP), dia ditunjuk sebagai ketua bagian keuangan BPKKP di sekitar Solo,” tulis Michael Sean Malley dalam artikel.
Memulai karier militer tanpa berperang, Soedjono muda mendapat pangkat letnan dua.
Bahkan meski tak biasa berperang, Soedjono mampu melesat hingga berpangkat jenderal.
Dalam buku berjudul Soedjono Hoemardani 1918-1986, Harry Tjan Silalahi menulis bahwa sang jenderal gondrong pernah menduduki jabatan bendahara di Resimen 27 Divisi IV berpangkat Letnan Dua tahun 1945-1947.
Soedjono naik pangkat menjadi Letnan Satu dengan jabatan perwira bagian keuangan Divisi pada tahun 1949.
Lalu berturut-turut pada 1950 Soedjono nak menjadi Kapten, dan dipindah ke Semarang.
Di tahun 1957 Soedjono naik pangkat lagi menjadi Mayor untuk menduduki jabatan Direktorat Administrasi Angkatan Darat (DAMAD) di Bandung.
Tahun 1961 pangkat Djonit naik lagi menjadi Letnan Kolonel dan duduk sebagai Wakil Deputi III?KSAD.
Sebagai prajurit militer, Soedjono tidaklah mahir berperang tetapi ia memiliki kemampuan khusus dibidang eknonomi dan administrasi.
Terbukti sang jenderal gondrong pernah dikirim belajar ke Fort Benjamin Harisson, Amerika Serikat sebelum menduduki jabatan di Finansial Ekonomi Markas Besar Angkatan Darat (MBAD) tahun 1963-1965.
Setahun kemudian Soedjono naik pangkat menjadi kolonel dan ditempatkan sebagai Pembantu Khusus Ekubang/Warpam Sospol.