Xi Jinping telah dipastikan menjabat tiga periode, dan kali ini "dia jauh lebih kuat dan lebih berkuasa."
Di sinilah bahaya untuk Xi Jinping muncul, karena tidak ada yang berani menantang atau mengkritiknya, Guo menjelaskan atmosfer di partai telah terfokus mendukung Xi sehingga menciptakan "peran semaunya."
Guo mengatakan kesalahan Mao Zedong seharusnya dipelajari Xi Jinping.
"Tidak ada yang mampu meyakinkan Mao saat itu, tidak ada yang menantangnya saat itu, membuatnya melakukan kesalahan dalam masa revolusinya."
Sosok Mao 'yang baru'
Mao memimpin China mencapai kemenangannya dalam perang sipil di tahun 1949 dan dipertimbangkan menjadi pemimpin utama "generasi pertama" partai.
Foto raksasa Mao mengenakan baju kebesarannya masih dipajang di Gerbang Tiananmen, di jantung kota Beijing.
Penulis Frederick Teiwes mengatakan jika Mao melakukan "membentuk ulang" China.
Dalam bukunya "Politics at the 'Core'", Teiwes menggambarkan Mao sebagai sosok revolusioner dan visioner dan bagi yang terdekat dengannya dia adalah 'kaisar' maha kuat yang seluruh kata-katanya "selalu dipatuhi bahkan ketika dia meluncurkan inisiatif yang menghancurkan individu, organisasi, maupun kepentingan nasional."
Mao bangkit menjadi 'pemimpin hampir seperempat umat manusia' dan kekuatannya hanya mampu dikalahkan oleh kaisar terkuat China, menurut penulis biografi Philip Short.
Di bawah kepemimpinan Mao satu generasi mengalami perubahan di mana China mencapai perubahan yang baru dicapai Barat selama berabad-abad lamanya, menciptakan 'Loncatan Besar' dari masyarakat feodal yang tidak berubah selama berabad-abad lamanya menjadi masyarakat sosialis, dan dari negara yang awalnya direndahkan oleh kekuatan Imperialis menjadi Kekuatan Besar dengan bom atom dan kursi di Dewan Keamanan PBB.
Namun revolusi itu tidak lahir tanpa pengorbanan, karena Partai Komunis China menciptakan pembantaian berdarah serta kebijakan pertanian dan ekonomi yang menghancurkan.