“Buktinya suara Demokrat anjlok dari 20.9 persen, turun mejadi 10 persen. Itu terjadi karena korupsi kader2 muda Demokrat yang dimulai dari ketua umumnya, Anas Urbaningrum, Rizal Malarangeng, Angelina Sondakh, dan begitu banyak kader muda lainnya yang mati karir politiknya karena korupsi. Jadi ingat monumen Hambalang,” kata Wanto.
Menurutnya, klaim AHY yang menilai demokrasi di era Presiden Jokowi mengalami kemunduran tanpa dasar juga salah besar.
“Publik mencatat bahwa tahun 2009 adalah puncak penurunan kualitas demokrasi. Demokrasi menjadi alat kekuasaan, DPT dimanipukasi; politik APBN digunakan untuk kepentingan elektoral; aparatur negara dikerahkan; sistem pemilu dibuat terbuka-langsung; lalu elemen elemen pimpinan KPU direkrut seperti Anas Urbaningrum dan Andi Nurpati sebagai pembajakan demokrasi,” kata dia.
Belum lagi, menurut Wanto, di luar itu SBY membentuk tim Alpa, Delta yang di dalamnya banyak sekali aparatur negara yang dilbatkan yang seharusnya netral.
“Akibatnya dalam era multipartai kompleks, suara demokrat justru naik 30 persen. Itu tidak mungkin tanpa manipulasi dan mobilisasi kekuasaan, makanya 2014 anjlok," kata Wanto.