Follow Us

facebookinstagramyoutube_channeltwitter

'Gletser Kiamat' Diprediksi Akan Segera Runtuh, Bagaimana Nasib Bumi Kita?

Rina Wahyuhidayati - Senin, 21 Juni 2021 | 20:34
Ilustrasi Gletser terbesar di dunia diprediksi runtuh.
traveller.com.au

Ilustrasi Gletser terbesar di dunia diprediksi runtuh.

Sosok.ID -Umat manusia tengah dihadapkan dengan prediksi runtuhnya lapisan es atau gletser terbesar di dunia.

Namun, berdasarkan penemuan terbaru yang dipimpin oleh University of Michigan menunjukkan, bahaya keruntuhan mendadak diprediksi lebih kecil daripada yang diperkirakan sebelumnya.

Mengutip Kontan.co.id sebagaimana dilansir dari Phys Sabtu (19/6/2021), studi yang dipublikasikan di Science, Gletser Thwaites Antartika Barat, salah satu gletser terbesar dan paling tidak stabil di dunia.

Runtuhnya tebing es dengan berbagai ketinggian digambarkan codong hampir vertikal dan nyaris bersentuhan dengan lautan.

Mereka menemukan bahwa ketidakstabilan tidak selalu mengarah pada disintegrasi yang cepat.

Baca Juga: Nyaris Satu Negara Kena Kibulnya, Pria Ini Pura-pura Mati Agar Dompetnya Tak Dikuras Istri, Tak Disangka Gegara Viral Akal Bulusnya Malah Terkuak

"Apa yang kami temukan adalah bahwa dalam rentang waktu yang lama, es berperilaku seperti cairan kental, seperti kue dadar yang menyebar di penggorengan," kata Jeremy Bassis, profesor ilmu dan teknik iklim dan ruang angkasa UM.

Para peneliti menggabungkan variabel keruntuhan es dan aliran es untuk pertama kalinya.

Mereka menemukan bahwa peregangan dan penipisan es, serta penopang dari bongkahan es yang terperangkap, dapat memoderasi efek ketidakstabilan tebing es laut yang disebabkan oleh fraktur.

Temuan baru ini mendukung teori sebelumnyatentang ketidakstabilan tebing es laut, yang menyatakan bahwa jika ketinggian tebing es mencapai ambang tertentu, ia dapat tiba-tiba hancur karena beratnya sendiri dalam reaksi berantai dari patahan es.

Gletser Thwaites di Antartika yang kerap disebut sebagai "Gletser Kiamat", bergerak mendekati ambang batas ini dan dapat berkontribusi hampir 3 kaki terhadap kenaikan permukaan laut jika terjadi keruntuhan total.

Baca Juga: Negaranya Terpojok, Ahli dari China Balik Sebut Amerika Serikat Harus jadi Prioritas Penyelidikan Asal-usul Corona

Gletser kiamat di Antartika ini berukuran 74.000 mil persegi, kira-kira seukuran Florida, dan sangat rentan memengaruhi perubahan iklim dan laut.

Tim peneliti juga menemukan bahwa gunung es yang retak dan jatuh dari gletser utama dalam proses yang dikenal sebagai "iceberg calving" (melahirkan gunung es baru) sebenarnya dapat mencegah keruntuhan.

Jika bongkahan es terjebak pada singkapan di dasar laut, mereka dapat memberikan tekanan balik pada gletser untuk membantu menstabilkannya.

Bassis mencatat, jika gletser tidak runtuh secara besar-besaran, masih bisa memicu keruntuhan beberapa kilometer per tahun.

Hal ini dapat menghasilkan kontribusi besar terhadap kenaikan permukaan laut di masa depan.

Baca Juga: Viral Remaja di Riau Koma Akibat Sering Merokok dan Begadang, Paru-paru Penuh Cairan: Kritis, Keluarga hanya Pasrah

Memprediksi runtuhnya gletser adalah hal yang sangat rumit, karena dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling mempengaruhi.

Faktor-faktor tersebut antara lain tekanan dan ketegangan miliaran ton es yang bergeser, perubahan suhu udara dan air, serta efek dari aliran air di atas es.

Akibatnya, prediksi runtuhnya Gletser Thwaites berkisar dari beberapa dekade hingga berabad-abad.

Studi baru, kata Bassis, merupakan langkah penting untuk menghasilkan prediksi yang akurat dan dapat ditindaklanjuti.

"Tidak ada keraguan bahwa permukaan laut meningkat, dan itu akan berlanjut dalam beberapa dekade mendatang," kata Bassis.

Baca Juga: Polisikan Istri di Malam Pertama Hingga Viral, Pengantin Pria Ini Syok, Bini Minggat Sampai Minta Cerai saat Diajak Hubungan Suami Istri

"Tapi saya pikir penelitian ini menawarkan harapan bahwa kita tidak mendekati kehancuran total—bahwa ada langkah-langkah yang dapat mengurangi dan menstabilkan berbagai hal. Dan kita masih memiliki kesempatan untuk mengubah banyak hal dengan membuat keputusan tentang hal-hal seperti emisi energi—metana dan CO2," paparnya seperti yang dilansir dari Phys.

(*)

Source :Kontan.co.id phys.org

Editor : Sosok

Baca Lainnya





PROMOTED CONTENT

Latest

x