"Zat-zat ini bisa menggerogoti bebatuan dan pilar, tapi efeknya tidak langsung terlihat, dan setelah itu baru bisa mengklaim retakan di dinding Al-Aqsa,” kata Khatib.
Menurutnya, keruntuhan Masjid Al-Aqsa secara perlahan itu sudah terjadi, dengan adanya celah dan lubang runtuhan di beberapa tempat.
"Itu sudah terjadi. Ada celah dan lubang runtuhan di beberapa tempat.
"(Rencana orang Israel adalah) mereka akan dapat mengklaim bahwa itu adalah pekerjaan alam. Sepertinya… Sebenarnya, saya tidak boleh mengatakan 'sepertinya', ” katanya kepada stasiun Qatar.
Dilaporkan, saat itu pewawancara bertanya kepada Khatib tentang apakah Israel ingin 'menjalankan skema rahasia' itu lagi baru-baru ini, ketika masjid ditutup setelah serangan teror 14 Juli, Khatib mengatakan: "Ya ya ya ya ya. Saya khawatir -saya hampir yakin- bahwa tujuan Israel menutup masjid tidak hanya untuk mencari senjata, seperti yang diklaim (Israel).
"Mereka tahu bahwa tidak ada senjata di dalam Masjid Al-Aqsa yang diberkati," katanya.
Serangan teror yang terjadi pada Juli 2017 itu sendiri merupakan serangan di mana tiga orang Arab-Israel menembak mati dua petugas polisi Israel di luar kompleks Temple Mount.
Akibat serangan itu, Israel kemudian menutup sementara kompleks tersebut.
Disebut, hal itu dilakukan untuk mencari lebih banyak senjata dan menerapkan langkah-langkah keamanan baru di pintu masuk Temple Mount, termasuk detektor logam dan kamera sebelum membukanya kembali.
Selain apa yang terjadi pada 2017, sejumlah konflik telah terjadi pula di kompleks suci ini sebelumnya.