Sosok.ID - Pernah menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Timor Leste memilih melepaskan diri.
Sudah melepaskan diri dari Indonesia sejak September 1999, tapi Timor Leste baru diakui sebagai negara sendiri pada tanggal 20 Mei 2002.
Namun, bukannya makin makmur, Timor Leste justru mengalami kesulitan setelah memutuskan menjadi negara sendiri.
Setelah lepas dari Indonesia, negara ini sangat bergantung dengan tambang minyak bumi di Laut Timor.
Sayang, kekayaannegara berjulukBumi Lorosaeharus dibagi dua dengan Australia yang merupakan pengelola.
Kekayaan alam Timor Leste ternyata tidak memberikan kesejahteraan sepenuhnya ke rakyat.
Negara ini terus terpuruk dalam kemiskinan hingga masuk dalam kategori negara termiskin di dunia oleh lembaga-lembaga internasional.
Sementara Nusa Tenggara Timur yang merupakan bagian dari NKRI yang berbatasan langsung dengan Timor Leste menunjukan sebaliknya.
Provinisi kepulauan yang terkenal dengan nama bumi Flobamora ini terus menunjukan pertumbuhan ekonomi yang signifikan, padahal di tingkatkan nasional NTT masuk dalam daerah miskin.
Negera Timor Leste kini berusia 18 tahun sejak diakui PBB sebagai negara merdeka pada tanggal 20 Mei 2002 lalu.
Pemerintah Indonesia bersama TNI Polri sudah berangsur meninggalkan wilayah paling timur Pulau Timor itu pada sejak September 1999.
Meski sudah 18 tahun merdeka lepas dari NKRI, Timor Leste belum juga beranjak menjadi sejahtera.
Bahkan kini pertumbuhan ekonomi negara itu kian terpuruk.
Bahkan kini, pengangguran besar-besaran mengancam negeri miksin itu, belum lagi ancaman kekurangan pangan.
Dikutip dari Kompas.com, Negara dengan nama resmi Republica Democratica de Timor Leste ini masih jadi salah satu negara paling miskin di dunia.
Dikutip dari laporan United Nations Development Programme (UNDP), Timor Leste berada di peringkat 152 negara sebagai negara termiskin di dunia dari 162 negara.
PDB per kapita Timor Leste diperkirakan akan mencapai 2.356 dollar AS atau sekitar Rp 34,23 juta (kurs Rp 14.532) pada Desember 2020.
Masih di bawah pendapatan per kapita Indonesia pada tahun 2019 lalu sebesar 4.174,9 dollar AS atau sekitar Rp 60 juta.
Sejumlah sektor ekonomi Timor Leste sebenarnya masih sangat bergantung pada Australia dan Indonesia, terutama barang-barang impor.
Pada tahun 2019, sebagaimana dilaporkan Bank Dunia, pertumbuhan ekonomi Timor Leste sekitar 4,1 persen di tahun 2020 dan meningkat menjadi 4,9 persen di tahun 2021.
Menurut Bank Dunia, pertumbuhan investasi swasta di Timor Leste itu masih saja melempem dari tahun ke tahun pasca-merdeka, ini terkait dengan stabilitas politik dan ekonomi di negara itu yang masih bergejolak.
Di sisi lain, konsumsi rumah tangga terus mengalami peningkatan.
"Timor Leste menyambut baik pertumbuhan PDB, tetapi reformasi masih jadi kunci untuk mengejar potensi investasi dari sektor swasta sesuai dengan target pemerintah yang menetapkan pertumbuhan ekonomi di atas 7 persen dan penciptaan setidaknya 600.000 lapangan kerja baru per tahun," jelas Pedro Martins, Ekonom Senior Bank Dunia untuk Timor Leste.
Meski investasi sektor privat yang masuk masih rendah, negara ini masih menikmati stabilitas ekonomi makro dan inflasi yang masih terkendali.
Kredit ke sektor swasta juga masih bisa tumbuh 13 persen, terutam didorong permintaan dari sektor rumah tangga.
Namun, neraca fiskal Timor Leste terbilang buruk, karena anggaran pengeluaran publik yang terus meningkat.
Timor Leste sendiri masih mengandalkan pemasukan dari hasil minyak.
Pada tahun 2019 lalu, produksi minyak Timor Leste mencapai 38 juta barel setara minyak (BOE) yang banyak dikerjasamakan dengan Australia.
Sementara itu, mengutip data Timor Leste Economic Report yang dirilis Bank Dunia pada April 2020, ekonomi Timor Leste bakal semakin terpuruk di 2020 karena pandemi virus corona (Covid-19) dan kondisi politik yang belum stabil.
Pemerintah Timor Leste sudah mencairkan dana sebesar 250 juta dari Petroleum Fund di mana 60 persennya digunakan untuk penanganan Covid-19.
Virus corona memperburuk ekonomi Timor Leste yang berkontribusi pada menurunnya kunjungan turis asing ke negara itu, melambatnya perdagangan ekspor-impor, dan besarnya pengeluaran pemerintah untuk menanggulangi pandemi.
Pertumbuhan Ekonomi NTT
Dikutip dari bi.go.id, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada tahun 2019 mencapai 5,20% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2018 yang sebesar 5,13% (yoy) dan pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2019 yang sebesar 5,02% (yoy).
Dari sisi pengeluaran, perekonomian Provinsi NTT pada tahun 2019 masih ditopang oleh peningkatan konsumsi rumah tangga dibandingkan dengan tahun 2018.
Terjaganya daya beli masyarakat didukung oleh rendahnya inflasi dan perluasan penyaluran bantuan sosial nontunai pemerintah.
Perekonomian Provinsi NTT pada tahun 2019 masih didominasi oleh pertanian, kehutanan, dan perikanan; administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib; perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor; serta konstruksi.
Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan IV 2019 tercatat sebesar 5,32% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan III 2019 sebesar 3,87% (yoy).
Akselerasi ekonomi pada triwulan IV 2019 terutama didorong oleh konsumsi pemerintah dan investasi sejalan dengan tingginya realisasi belanja pemerintah daerah, mengikuti pola historis penyerapan belanja pemerintah daerah yang tinggi pada akhir tahun serta investasi swasta pasca Pemilu 2019 dan pengumuman kabinet yang baru.
Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV 2019 didorong oleh pertanian, kehutanan, dan perikanan serta konstruksi.
Pada triwulan I 2020, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT diprakirakan melambat dengan kisaran 4,84%-5,24% (yoy) seiring kecenderungan masyarakat menahan konsumsi pasca Hari Natal dan Tahun Baru dan terbatasnya realisasi belanja pemerintah daerah dan investasi swasta pada awal tahun.
Di samping itu, COVID-19 yang melanda Tiongkok berpotensi menahan kinerja ekspor impor luar negeri Provinsi NTT dengan Tiongkok.
Dari sisi lapangan usaha, perlambatan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan I 2020 diprakirakan dipengaruhi oleh LU pertanian, kehutanan, dan perikanan; LU perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor; serta LU konstruksi.
Berdasarkan data per 31 Desember 2019, realisasi pendapatan pemerintah (APBN, APBD Provinsi dan APBD 22 Kabupaten/Kota) telah mencapai Rp30,35 triliun atau 104,11% (yoy) dari total rencana pendapatan tahun 2019 yang sebesar Rp29,15 triliun.
Realisasi pendapatan ini meningkat dibandingkan dengan tahun 2018 yang sebesar Rp27,52 triliun atau 102,48% (yoy) dari total rencana pendapatan tahun 2018 sebesar 26,86 triliun.
Sementara itu, realisasi belanja pemerintah mencapai Rp43,44 triliun atau 90,87% (yoy) dari pagu belanja tahun 2019 sebesar 47,80 triliun, meningkat dibandingkan dengan realisasi pendapatan tahun 2018 sebesar Rp14,01 triliun atau 90,02%, (yoy), didorong oleh peningkatan realisasi belanja konsumsi di tengah penurunan belanja modal.
(Alfred Dama)
Artikel ini telah tayang di pos-kupang.com dengan judul Perbandingan Ekonomi Timor Leste dan NTT Indonesia, Bak Bumi Langit, Flobamora Makin Makmur