Itu message, itu penting sekali. Pesan dari orangtua saya itu penting sekali untuk generasi muda.
"Kenapa saya belajar? Untuk jadi apa? Kenapa saya jadi prajurit? Karena saya patriot."
"Tidak harus jadi prajurit, lho. Tapi, semangat itu ada," kata Amelia
Amelia juga menuturkan bahwa ia sempat bercucuran air mata saat menulis buku tersebut.
Baca Juga: Mbah Sumini, Disiksa dan Dicemooh dalam Penjara Selama 6,5 Tahun Karena Dianggap PKI
Rasa trauma yang ia alami membangun visualisasi seolah sang ayah datang kembali dan merasa dekat dengannya.
"Seolah-olah saya dibimbing untuk menulis,"
"Kan nulisnya bukan siang hari, saya nulisnya malam hari, jam tiga pagi, jam satu malam, ketika sepi, tidak ada siapa-siapa,"
"Saya seperti ada yang mendorong untuk menulis dan jawaban itu seperti ada di situ," ujarnya.
Baca Juga: 20 Tahun Menyendiri di Desa Terpencil, Putri Ahmad Yani Mencoba Obati Traumatis Peristiwa G30S/PKI
Dalam mengobati luka batinnya, Amelia Yani sempat pindah ke sebuah dusun di daerah Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), pada tahun 1998.
Tinggal di desa selama lebih dari 20 tahun membuatnya dapat menyembuhkan dirinya dari rasa dendam, amarah, dan benci.