Ryu mencontohkan bakat kepanikan masyarakat Indonesia dan Jepang yang berbeda
Orang Jepang cenderung lebih mudah panik secara individual, tetapi tidak untuk kepanikan masal. Namun Indonesia, justru sebaliknya.
Warga jepang akan lebih mudah panik dengan masalah pribadi masing-masing, dan merasa lebih santai saat menghadapi masalah kelompok seperti gempa dan tsunami.
"Tapi mereka itu misal ada tsunami, anteng (santai) saja, melepaskan pekerjaannya, berjalan menuju ke titik kumpul dan keluar lagi kalau tsunami sudah selesai, kembali lagi kerja," ujar dia.
Kendati demikian, kepanikan massal yang ada di Indonesia sebenarnya dapat diubah melalui sistem.
"Itu kalau mau kita ubah itu adalah sistemnya. Sistemnya itu bukan bottom-up, tapi top-down," kata Ryu.
Sistem top-down yang dimaksudkan adalah persepsi yang bersumber atau berasal dari memori yang telah disimpan di dalam ingatan manusia.
"Kita dari dulu sudah sering ditakut-takuti dengan hal-hal yang tidak ada, dan itu jadi ingatan kita dan membuat tertanam ketakutan dan kekhawatiran sesuatu yang tidak ada tadi," jelasnya. (*)