Follow Us

facebookinstagramyoutube_channeltwitter

Kasus 25 Covid-19 di Indonesia Meninggal Dunia, 'Wong Cilik' Jejeritan, Corona Bikin Masyarakat Borong Sembako Berkarton-karton, Pakar: Panik Itu Bakat

Rifka Amalia - Kamis, 12 Maret 2020 | 10:15
Pusat perbelanjaan Grand Lucky di kawasan SCBD, Jakarta Selatan dipenuhi warga yang ingin membeli kebutuhan pokok pasca informasi dua orang WNI positif terinfeksi virus corona. Foto di lokasi Senin (1/3/2020)
KOMPAS.COM/ RINDI NURIS VELAROSDELA

Pusat perbelanjaan Grand Lucky di kawasan SCBD, Jakarta Selatan dipenuhi warga yang ingin membeli kebutuhan pokok pasca informasi dua orang WNI positif terinfeksi virus corona. Foto di lokasi Senin (1/3/2020)

Ryu mencontohkan bakat kepanikan masyarakat Indonesia dan Jepang yang berbeda

Orang Jepang cenderung lebih mudah panik secara individual, tetapi tidak untuk kepanikan masal. Namun Indonesia, justru sebaliknya.

Warga jepang akan lebih mudah panik dengan masalah pribadi masing-masing, dan merasa lebih santai saat menghadapi masalah kelompok seperti gempa dan tsunami.

"Tapi mereka itu misal ada tsunami, anteng (santai) saja, melepaskan pekerjaannya, berjalan menuju ke titik kumpul dan keluar lagi kalau tsunami sudah selesai, kembali lagi kerja," ujar dia.

Baca Juga: Video: 7 Jam Terkurung di Pesawat Sebab Virus Corona, Wanita Tiongkok Nekat Semburkan Batuk pada Awak Kabin Hingga Staff Kuwalahan: Tenanglah, Kumohon..

Kendati demikian, kepanikan massal yang ada di Indonesia sebenarnya dapat diubah melalui sistem.

"Itu kalau mau kita ubah itu adalah sistemnya. Sistemnya itu bukan bottom-up, tapi top-down," kata Ryu.

Sistem top-down yang dimaksudkan adalah persepsi yang bersumber atau berasal dari memori yang telah disimpan di dalam ingatan manusia.

"Kita dari dulu sudah sering ditakut-takuti dengan hal-hal yang tidak ada, dan itu jadi ingatan kita dan membuat tertanam ketakutan dan kekhawatiran sesuatu yang tidak ada tadi," jelasnya. (*)

Source :Kompas.com

Editor : Sosok

Baca Lainnya





PROMOTED CONTENT

Latest

x