"Saya meneriakkan nama Alfredo dan kemudian menembak ke arah kepalanya dengan senjata mesin karena ia mengenakan rompi anti peluru," jelas pengawal tersebut, dikutip dari Kompas.com, Selasa (11/2/2020).
"Saya menembak Reinado beberapa kali, saya tidak tahu seberapa banyak," tambahnya.
Presiden Jose Ramos Horta mengalami luka tembak pada serangan bersenjata yang dilancarkan oleh pemimpin pemberontak Alfredo Reinado pada 11 Februari 2008.
Dalam serangan tersebut, pengawal Ramos Horta berhasil menembak mati Reinado.
Selang satu jam setelah berlangsungnya peristiwa tersebut, penyerang bersenjata di tempat terpisah menargetkan Perdana Menteri Xanana Gusmao.
Beruntung, Xanana Gusmao dilaporkan selamat dari serangan tanpa adanya luka sedikitpun.
Pemberontakan ini melibatkan sekitar 1.000 personil polisi dan tentara Australia, yang dikerahkan untuk memulihkan keamanan di Timor Leste.
Jumlah personil keamanan Australia itu belum mencakup jumlah personil keamanan PBB yang disebarkan di Timor Leste.
Berselang satu tahun setelah serangan, pada 2009, Timor Leste menetapkan 25 bekas personil militer dan tiga warga sipil sebagai tersangka dalam upaya pembunuhan Presiden Jose Ramos Horta.
Serangan itu telah meningkatkan kekhawatiran akan kembalinya Timor Leste ke dalam kekacauan setelah pertempuran di antara polisi, tentara, dan geng jalanan yang menyebabkan sedikitnya 37 orang tewas.