Sosok.ID - Nama Xanana Gusmao kembali mencuat di media tanah air baru-baru ini usai ia menyatakan Timor Leste secara resmi meminta bantuan Indonesia perihal penanganan virus Corona.
Xanana mengakui jika 17 warganya yang bakal dipulangkan dari Wuhan harus diisolasi terlebih dahulu namun negaranya tak mampu melakukan proses tersebut.
Kini banyak warga Indonesia ingin tahu siapa itu sosok Xanana Gusmao.
Nama Xanana mencuat saat konflik Timor Timur antara milisi Fretilin melawan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI/TNI) tahun 1975-1998.
Xanana merupakan eks-kombatan Fretilin yang menjadi salah satu target ABRI dalam operasi Seroja.
Namun ada satu orang lagi yang menjadi panutan Xanana yang hingga sekarang mempengaruhi segala keputusannya dalam mengurus Timor Leste.
Sosok tersebut adalah presiden Fretilin Nicolao Lobato.
Desember 1978, Panglima TNI M Jusuf memerintahkan untuk menangkap presiden 'Krebo Hutan' Fretilin Nicolau Lobato.
"Tangkap Nicolau Lobato, hidup atau mati!" tegas panglima kepada Kolonel Dading Kalbuadi selaku komandan operasi Seroja seperti dikutip dari : Jenderal M Jusuf Panglima Para Prajurit.
ABRI kemudian membentuk pasukan gabungan yang dinamai Batalyon Parikesit.
Baca Juga: Masyarakat Surabaya Dirusuh Gangster, Bonek Mania Siap Libas Penganggu Keamanan Kota Pahlawan
Yon Parikesit berisikan prajurit dari kesatuan elit macam Kopassandha (Kopassus), Marinir serta Kopasgat (Paskhas).
Tugas mereka cuma satu : eliminasi Lobato!
Konsep perburuan Yon Parikesit menggunakan taktik Mobile Udara (Mobud) dimana pasukan akan diterjunkan menggunakan helikopter melalui tali (fast ropping) di titik pendaratan.
Operasi segera dimulai, debut pertempuran Yon Parikesit terjadi di wilayah Laklobar dan Soibada.
Di sana tim berhadapan dengan pasukan pengawal Lobato.
Seakan tak cukup mengerahkan Yon Parikesit, ABRI mengirim pula pasukan elit Nanggala-28 pimpinan Kapten Prabowo Subianto, Kompi Yonif Linud 700 Kodam XIV, satu kompi Yonif Linud 401 Banteng Raiders dan Batalyon 744 Somodok pimpinan Mayor Yunus Yosfiah.
30 Desember 1978, Kapten Prabowo melapor pada Mayor Yusuf Yosfiah jika anggotanya ada yang memergoki pergerakan sejumlah besar pasukan Fretilin ke arah Selatan.
Hal ini dinilai janggal karena Fretilin amat jarang mengerahkan pasukan besar yang bergerak bersama-sama, dugaan kuat pasti Lobato ada ditengah-tengah mereka.
Laporan ini lantas diteruskan kepada Kolonel Sahala Radjagukguk yang berada di lapangan untuk memperketat pengepungan kepada pasukan Lobato.
Kapten Prabowo juga diberi tugas mengkoordinasikan pengepungan dengan seluruh kekuatan yang ada.
Nanggala-28 kemudian meluncur ke lokasi pengepungan, tanpa basa-basi lagi langsung menarik pelatuk senapan menyiram Lobato dan pasukannya.
Adu pelor silih berganti antar kedua belah pihak, sengit, semerbak bau mesiu dimana-mana.
Sejumlah pengawal Lobato tewas, namun presiden Fretilin itu tak mau menyerah.
Ia mencoba melarikan diri bersama sisa pengawalnnya.
Namun nahas pelariannya disekat oleh Yon 744 Somodok pada 31 Desember 1978.
Pertempuran jarak dekat terjadi antara Yon 744 Somodok dan pasukan Lobato.
Seperti dikutip dari Kiki Syahnakri : Timor Timur The Untold Story, pelarian Lobato berakhir setelah ia ditembak oleh Sertu Jacobus Maradebo, seorang prajurit ABRI asli Timor Timur tepat di dadanya.
Usai dipastikan tewas, Panglima TNI M Jusuf melapor ke Presiden Soeharto jika pentolan utama Nicolao Lobato berhasil dieliminasi. (Seto Aji/Sosok.ID)