Sosok.ID - Menteri Perencanaan dan Investasi Strategis Republik Demokratik Timor Leste Xanana Gusmao sedang pusing tujuh keliling menyoal evakuasi warga negaranya dari Wuhan gegara virus Corona.
Xanana mengakui jika Timor Leste tak sanggup melakukan operasi evakuasi warganya dari Wuhan.
Keadaan semakin tambah runyam tatkala di Timor Leste tak punya kemampuan mengisolasi warganya yang suspect virus corona.
Maka dengan kenyataan itu Xanana Gusmao memelas kepada Indonesia agar dibantu perihal dua perkara diatas.
"Iya. Karena harus mengerti bahwa kita tidak punya fasilitas, tidak punya apa-apa. Oleh karena itu, kita minta kalau bisa (bantuan), seperti negara-negara lain," ujar Xanana di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Selasa (4/2/2020) seperti dilansir dari Kompas.com.
Xanana ingin pulau Bali dijadikan tempat isolasi sementara bagi 17 warga Timor Leste yang dipulangkan dari Wuhan.
Tentu hal ini buat meradang Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati alias Cok Ace yang menilai permintaan Xanana seenak jidat.
"Jadi Pemerintah Timor Leste, mereka minta fasilitas dan izin melalui Kedutaan Besar Indonesia di Timor Leste untuk karantina 17 warga negaranya di Bali selama dua sampai tiga minggu," kata Cok Ace kepada wartawan, Senin (3/2/2020), dikutip dari Kompas.com.
Menyikapi permntaan tersebut, Cok Ace melakukan rapat bersama dengan Pemprov Bali dan tentu saja Bali satu suara menolak permintaan tak tahu malu Timor Leste itu.
Hal ini disampaikan oleh Kepala Dinas Kesehatan Bali, I Ketut Suarjaya, Selasa (4/1/2020).
"Kita menolak dijadikan tempat karantina. Kita tak dapat menerima usulan mereka," kata Suarjaya.
Bagai menjilat ludah sendiri, Timor Leste yang dulu bernama Timor Timur saat menjadi bagian Indonesia sekuat tenaga ingin merdeka, lepas dari Ibu Pertiwi yang dituduh penjajah oleh Xanana.
Permintaan merdeka itu lantas disambut Portugal yang notabenenya penjajah tradisional Timor Timur sedari dulu.
Dukungan juga datang dari Australia agar Timor Timur lepas dari Indonesia.
Keinginan itu berhasil dan PBB mengakui Timor Timur sebagai negara merdeka dan berubah nama menjadi Timor Leste pada 20 Mei 2002.
Hinggar bingar merdeka Timor Leste perlahan hanya jadi semboyan karena ternyata mengurus sebuah negara nggak gampang.
Ketimpangan sosial warga Timor Leste sampai sekarang masih terasa, kantor pemerintahan dan lainnya disana juga yang bangun dulu Indonesia.
Sembako, BBM hingga keperluan sehari-hari warga Timor Leste masih mengandalkan impor dari Indonesia.
Gejolak konflik juga pernah melanda Timor Leste.
Tersebutlah seorang bernama Alfredo Reinado.
Reinado sendiri awalnya adalah seorang mayor angkatan bersenjata Timor Leste, FDTL.
Ia seorang nasionalis sejati bumi Lorosae yang juga ingin Timor Timur lepas dari Indonesia kala itu.
Pangkatnya yang sudah menjadi mayor di tubuh angkatan bersenjata FDTL membuktikan jika Reinado merupakan orang kompeten di bidangya.
Hal itu bukan isapan jempol belaka, Reinado pernah mengenyam pendidikan militer di Australia yang sangat jarang seorang seperti dirinya ada di FDTL.
Paling banter para perwira FDTL sekarang ialah mantan kombatan Fretilin yang pernah berhadapan dengan ABRI pada masa konfrontasi dengan Indonesia dulu.
Tapi pendidikan militer mentereng yang didapat Reinado tak selalu menjamin karirnya baik.
Malah ia merasa didiskriminasi oleh Panglima FDTL Brigjen Taur Matan Ruak.
Alasan diskriminasinya pun bernada rasis, yakni Reinado berasal dari daerah Timor Leste bagian Timur.
Tak puas dengan alasan dari Matan Ruak, maka pada 4 Mei 2006, Reinado bersama 600 anggota FDTL melakukan desersi sebagai protes atas perlakuan diskriminatif negara kepada mereka.
Aksi protes itu lantas ditanggapi oleh Matan Ruak dengan pemecatan massal terhadap mereka semua.
Marah, Reinado bersama rekan militernya, Mayor Augusto Araujo memimpin pemberontakan bersenjata yang dinamakan Gastao Salsinha.
Reinado kemudian menyerang ibukota Timor Leste, Dili.
Penyerangan itu menimbulkan gelombang kerusuhan besar dan geng-geng sipil bersenjata ikut memperparah keadaan dengan melakukan aksi kriminal.
Para mantan tentara yang marah karena dipecat itu melakukan berbagai aksi yang membuat rusuh satu negara, Dili porak poranda dan berdarah.
Reinado juga menggunakan taktik gerilya mirip Fretilin ketika menyerang kedudukan FDTL, sama yang dilakukan kombatan Timor Timur dahulu kala melawan Indonesia.
Lambat laun Timor Leste dilanda kerusuhan pertikaian antar etnis (Barat dan Timur).
Ratusan rumah dibakar dan dijarah, 100.000 warga Timor Leste sampai mengungsi ke perbatasan dengan Indonesia di NTT untuk mencari perlindungan.
Sampai seriusnya masalah ini, aparat keamanan Indonesia di perbatasan dengan Timor Leste siaga penuh dan akan mengambil tindakan tegas jika kerusuhan tersebut menyenggol keamanan wilayah Indonesia.
Keadaan kacau balau Timor Leste saat itu nyatanya tak bisa dikendalikan oleh FDTL dan pemerintah.
Mereka harus sampai meminta bantuan militer ke Australia, Portugal, Selandia Baru dan Malaysia.
Lantas sebanyak 150 personel komando Australia mendarat di Timor Leste.
Personil Australia ini juga tak luput dari serangan kombatan pimpinan Reinado.
Tak lama setelah tentara Australia datang, rumah Menteri Dalam Negeri Regerio Lobato dibakar yang menewaskan istri dan lima anaknya.
Sampai-sampai tentara resmi pemerintah yang tak tahu alasannya malah menembaki markas polisi padahal di sana juga ada personil PBB.
Aksi Reinado lantas berpuncak pada 11 Februari 2008.
Ia dan anak buahnya melakukan serangan terhadap presiden Ramos Horta dan Perdana Menteri Xanana Gusmao di kediamannya masing-masing.
Ramos Horta terluka parah hingga kritis namun Xanana selamat dari percobaan pembunuhan itu.
Petualangan Reinado berakhir saat aksi penyerangan itu, ia tewas ditembak oleh tentara FDTL yang menjaga rumah Ramos Horta.
PBB juga sampai turun tangan mengatasi masalah keamanan di Timor Leste, butuh waktu hampir 6 tahun agar kondisinya stabil kembali.
Nah, Xanana, minta tolong sama saudara Australia dan Portugal saja ya! (Seto Aji/Sosok.ID)