Follow Us

facebookinstagramyoutube_channeltwitter

Sosok Ali Kalora, Pimpinan Kelompok Separatis MIT yang Tembak Anggota Brimob Hingga Tewas Usai Salat Jumat, Gencar Bergerilya Walaupun Hanya Punya 10 Anggota

Dwi Nur Mashitoh - Rabu, 18 Desember 2019 | 12:13
Ali Kalora, pimpinan MIT yang tembak anggota Brimob usai salat Jumat.
Kolase Wikipedia/YouTube

Ali Kalora, pimpinan MIT yang tembak anggota Brimob usai salat Jumat.

Sosok.id - Nama Ali Kalora semakin dkenal setelah beberapa waktu lalu ia melakukan penembakan pada anggota Brimob.

Ali Kalora sendiri merupakan pimpinan kelompok separatis Mujahidin Indonesia Timur (MIT).

Ia menggantikan pimpinan sebelumnya, Santoso, yang telah tewas pada 2016 silam.

Simak biodata Ali Kalora yang menembak anggota Brimob setelah salat jumat berikut ini.

Baca Juga: Susi Pudjiastuti Kritik Rencana Edhy Prabowo Cabut Larangan Bibit Lobster, Presiden Jokowi Singgung Efek Manfaat untuk Negara

Menurut biodata Ali Kalora yang dilansir dari Wikipedia, ia merupakan seorang militan Islam Indonesia dan merupakan pemimpin MIT menggantikan Santoso.

Ali Kalora dan kelompoknya diduga bersembunyi di hutan belantara di sekitar Kabupaten Poso dan Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah.

Setelah Santoso tewas pada tanggal 18 Juli 2016, dirinya diduga menggantikan posisi Santoso sebagai pemimpin di kelompok MIT bersama dengan Basri.

Setelah Basri ditangkap oleh Satgas Tinombala, Kapolri Jenderal Pol. Tito Karnavian menetapkan Ali Kalora sebagai target utama dari Operasi Tinombala

Baca Juga: Alami Keguguran, Ibu Ini Nekat Simpan Jasad Bayi yang Masih Berusia 14 Minggu di Dalam Kulkas, Alasan di Baliknya Sungguh Memilukan

Ali Kalora lahir di Desa Kalora, Kecamatan Poso Pesisir Utara, Poso.

Ia memiliki seorang istri yang bernama Tini Susanti Kaduka, alias Umi Farel.

Nama "Kalora" pada namanya, diambil dari desa tempatnya dilahirkan, sehingga nama Ali Kalora seringkali digunakan di media massa

Ali Kalora merupakan salah satu pengikut senior Santoso di kelompok Mujahidin Indonesia Timur.

Baca Juga: Lirik-lirikan di Panggung Lawak Berujung Cinta, Komedian Senior Ini Mantap Nikahi Gadis Cianjur yang Baru Lulus SMA, Calon Mertua Sempat Ragu

Setelah kematian Daeng Koro, salah satu figur utama dalam kelompok MIT, Ali dipercayakan untuk memimpin sebagian kelompok teroris yang sebelumnya dipimpin oleh Daeng Koro.

Faktor kedekatannya dengan Santoso dan kemampuannya dalam mengenal medan gerilya membuat ia diangkat menjadi pemimpin.

Peneliti di bidang terorisme intelijen dari Universitas Indonesia, Ridwan Habib, berpendapat bahwa Ali Kalora adalah sosok penunjuk arah dan jalan di pegunungan dan hutan Poso.

Ini karena Ali merupakan warga asli dari Desa Kalora, Poso, sehingga dirinya diyakini telah menguasai wilayah tempat tinggalnya.

Baca Juga: Bikin Bulu Kuduk Merinding, 10 Ton Potongan Mayat Manusia Ditemukan di Gudang Seluas 800 Meter Persegi, Praktik Jual Beli Organ Tubuh Manusia Terbongkar

Menurut Kapolda Sulawesi Tengah saat itu, Brigjen. Pol. Rudy Sufahriadi, Ali Kalora adalah sosok radikal senior di kalangan gerilyawan di Poso.

Ia menyebut bahwa Ali Kalora berpotensi menjadi "Santoso baru" karena latar belakang pengalamannya yang cukup senior.

Meski demikian, ia yakin kekuatan gerilya di bawah kepemimpinannya tidak akan sebegitu merepotkan dibandingkan Santoso.

Kapolri Jenderal Pol. Tito Karnavian menilai bahwa Ali tidak memiliki kemampuan kepemimpinan yang sama dengan Santoso dan Basri, begitu pula dengan spesialisasi dan militansi.

Baca Juga: Usai Persunting Cut Tari, Richard Kevin Malah Numpang Tinggal di Rumah Mertua, Keluarga Ungkap Sifat Asli Suami Baru Mantan Kekasih Ariel Noah

Di sisi lain, Peneliti The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya, sempat membeberkan beberapa informasi tentang kelompok Ali Kalora.

Menurut informasi, kelompok Ali Kalora hanya terdiri dari 10 orang, namun mereka memiliki militansi dan daya survival tinggi.

Mereka mampu bertahan hidup di hutan dengan berburu ditambah sokongan logistik dari para simpatisan yang bermukim di bawah pegunungan Poso.

Harits menjelaskan, mutilasi RB (34), warga Desa Salubanga, Parimo, Sulawesi Tengah, pada 28 Desember 2018, kemudian disusul penembakan atas dua anggota kepolisian pada 31 Desember 2018 lalu, memberikan pesan bahwa kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) masih eksis.

Baca Juga: Diduga Makan 9 Ekor Burung Merpati Milik Warga, Seekor Kucing Digantung di Pohon, Pelaku Diburu Polisi Usai Fotonya Viral di Media Sosial

Tak menyoal pimpinan terdahulunya Santoso tewas, kemudian penerusnya Basri juga tertangkap, kelompok yang kini dipimpin eks anak buah Santoso, Ali Kalora, itu masih bisa leluasa bergerilya di pegunungan tropis Poso.

Belum diketahui pasti dari mana sumber persenjataan mereka.

Harits Abu Ulya menilai, penanganan Ali Kalora dkk oleh aparat keamanan Indonesia terkesan berlarut-larut.

Seharusnya, aparat keamanan langsung sigap menuntaskan riak sekecil apa pun yang ditimbulkan Ali cs.

Baca Juga: Musim Penghujan Tiba Ular Kobra Bermunculan Begini Cara Cegah Ular Masuk Rumah, Garam Tak Akan Mempan

"Usulan saya, kalau memang mau ingin cepat tuntas dengan pendekatan keamanan yang kini jadi pilihan dominan, maka seharusnya kirim saja pasukan TNI dari unit Raider atau Kopassus untuk memburu Ali Kalora dan kawan-kawannya, selesai," ujar Harits dilansir Surya.co.id dari Kompas.com, Kamis (3/1/2019).

Bahkan, semestinya setelah sukses melumpuhkan Santoso dan Basri, Operasi Tinombala tidak dihentikan hingga seluruh generasi penerusnya ditangkap habis.

Harits melanjutkan, Ali Kalora cs memang sudah lama bergerilya di pegunungan Poso.

Mereka pun hampir pasti menguasai medan di sana.

Baca Juga: Kisah Prajurit Komando Indonesia Tawan Seluruh Awak Kapal Perang Malaysia Hanya Bermodal Bentakan

Namun, melihat pola serangan Ali Kalora yang hit and run, dapat dipastikan ketersediaan amunisi mereka tidak terlalu banyak.

Harits mengatakan, ini dapat menjadi celah bagi aparat keamanan untuk terus memukul mundur dan memaksa mereka menyerah.

Apalagi, jika keputusan menurunkan pasukan elite TNI Angkatan Darat (AD) tersebut ditambah dengan memutus suplai logistik ke kelompok mereka dari para simpatisan, Harits yakin eksistensi Ali Kalora cs akan terhenti.

"Ketahanan eksistensi mereka sangat bergantung kepada suplai logistik. Suplai ini bisa saja didapat dari simpatisan atau jejaring mereka di bawah," ujar Harits.

Baca Juga: Bukan Hanya Jepang, Kopaska TNI AL Juga Berani Lakukan Serangan Kamikaze Sampai Buat Belanda Angkat Kaki dari Irian Barat

TNI-Polri juga dinilai jauh lebih unggul dari sisi jumlah personel, logistik, alat utama sistem persenjataan (alutsista), dan pengetahuan di bidang strategi tempur, terutama pertempuran teknik gerilya di hutan.

"Jadi, memang ini memerlukan keputusan politik yang tegas, agar tidak berlarut-larut dan Operasi Tinombala juga tidak berlangsung berjilid-jilid.

Ingat, operasi militer terlalu lama itu juga dapat kontra produktif terhadap kehidupan sosial, ekonomi, dan psikologi masyarakat," lanjut dia.

Jenazah Mohammad Syaiful Modori diterbangkan ke Pandeglang Banten, untuk dimakamkan di kampung halamannya, Sabtu (14/12/2019).
KOMPAS.COM/ERNA DWI LIDIAWATI

Jenazah Mohammad Syaiful Modori diterbangkan ke Pandeglang Banten, untuk dimakamkan di kampung halamannya, Sabtu (14/12/2019).

Tembak anggota Brimob setelah salat Jumat

Baca Juga: Jadian Lewat Game Online, Gadis Berusia 12 Tahun Ini Nekat Kawin Lari Dengan Pacarnya, Remaja Pria Yakinkan Polisi Dengan Penghasilan Rp 3,5 Juta, Ini Video Detik-Detik Tertangkapnya!

Diberitakan sebelumnya, kekejaman teror kelompok separatis pimpinan Ali Kalora kembali terjadi di Desa Salubanga, Kecamatan Sausu, Kabupaten Parigi Moutong, Jumat (13/12/2019).

Kelompok separatis yang menamakan diri mereka Mujahidin Indonesia Timur atau MIT itu tiba-tiba menyerang personel Operasi Tinombala dan warga desa setempat.

Akibatnya, seorang anggota Brimob bernama Bharatu Mohammad Syaiful Modori gugur saat baku tembak dengan kelompok MIT.

Syaiful merupakan personel Kompi III A Pelopor Sat Brimob Polda Sulteng, seperti dilansir dari Kompas.com dalam artikel '4 Fakta Anggota Brimob Gugur Saat Baku Tembak di Sulteng, Tertembak Usai Shalat Jumat'.

Baca Juga: Viral Seorang Suami Menangis Dipukuli Istrinya Gegara Sakit Stroke, Mau Cerai Asal Dibayar Rp 1 Miliar dan Pasangannya Terbaring di Ranjang!

Syaiful tertembak usai menunaikan salat Jumat berjamaah dengan warga pada Jumat (13/12/2019) sekitar pukul 12.30 Wita.

Lokasi kontak senjata terjadi berjarak kurang lebih 50 meter dari pos sekat Alfa 16, tempat Syaiful bertugas

Jenazah anggota Satgas Tinombala dievakuasi ke Palu pada Jumat (13/12/2019) malam.

Jenazah Syaiful tiba di Polsek Sausu sekitar pukul 20.40 WITA dan dikawal sejumlah personel bersenjata lengkap.

Baca Juga: Cuma Seuprit Harga Selangit, Mantan TKW Sukses Ini Beli Nasi Goreng Seharga Rp 1 Juta

Dari Polsek Sausu, jenazah dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara Polda Sulteng untuk dilakukan proses visum.

"Dari hasil identifikasi setelah jenazah tiba di RS Bhayangkara korban tertembak di bagian punggung dan perut," ungkap Irjen Lukman Wahyu Hariyanto di RS Bhayangkara Palu, Sabtu (14/12/2019).

Syaiful mendapatkan kenaikan pangkat luar biasa satu tingkat dari Bharatu menjadi Bharaka Polisi.

Jenazah Syaiful akan dimakamkan di kampung halamannya, Pandeglang, Banten.

Baca Juga: 8 Anggota Kepolisian Tersambar Petir di Pasuruan, 3 Diantaranya Tewas Dengan Kondisi Basah Kuyub, Begini Kronologi Kejadiannya!

Melansir Antara, upacara pemberangkatan jenazah Syaiful dipimpin oleh Kapolda Sulteng Irjen Pol Lukman Wakyu Hariyanto.

Kapolda sempat menyampaikan rasa belasungkawanya.

"Atas nama pimpinan, selaku Kapolda Sulawesi Tengah menyampaikan duka cita mendalam kepada adik kita, rekan kita, sahabat kita Almarhum Bharaka Anumerta Mohammad Syaiful Muhdori yang gugur dalam menjalankan tugas operasi Tinombala," ucapnya

Polisi masih terus memburu para pelaku teror.

Baca Juga: Punggung Tertekuk Hingga Kepala Menempel ke Kaki Selama 28 Tahun, Pria Berjuluk 'Manusia Lipat' Ini Akhirnya Bisa Berdiri Tegak Berkat Dokter Ini

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Argo Yuwono membenarkan, kelompok DPO MIT Poso menyerang anggota dan warga saat selesai salat Jumat.

Usai penembakan, pelaku melarikan diri dan berpencar Tiga orang, lanjutnya, berlari ke arah SD Salubanga.

Sedangkan sisanya berlari ke arah mushola. Beberapa saat kemudian kembali terjadi penyerangan.

Tak hanya melepas tembakan ke arah pos polisi, pelaku sempat menyandera anggota pos itu.

Baca Juga: Pertamina Impor Migas Terlalu Besar, Ada Oknum Keruk Keuntungan, Jokowi Ancam Ia Sudah Ketahui Pelakunya

"Pelaku sempat menyandera warga serta anggota Pos Sekat yang pulang dari salat Jumat namun anggota Pos Sekat sempat melarikan diri," ujar Argo.

Sejam kemudian bala bantuan datang. Ia belum dapat memastikan apakah ada korban lain selain Syaiful.(Surya/Putra Dewangga Candra Seta)

Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul Biodata Ali Kalora, Pimpinan Kelompok Separatis MIT yang Tembak Anggota Brimob Setelah Salat Jumat

Source : Surya

Editor : Sosok

Baca Lainnya





PROMOTED CONTENT

Latest

x