Sosok.ID - Tak bisa dipungikiri, Korps Baret Merah Kopassus hampir selalu hadir di palagan pertempuran di seluruh Tanah Air.
Mulai dari operasi penumpasan berbagai pemberontakan, Trikora, Dwikora, Operasi Seroja, DOM Aceh hingga masih banyak lagi.
Saking banyaknya operasi militer itu, wajib bagi Kopassus menyiapkan sumber daya manusia mumpuni demi mengawal kedaulatan Republik.
Mengutip Operasi Sandi Yudha karangan AM Hendropriyono via Intisari yang mengkisahkan pada tahun 1968-1974 gerakan pemberontak Pasukan Gerilya Rakyat Serawak (PGRS) dan Pasukan Rakyat Kalimantan Utara (Paraku) sedang marak-maraknya di Kalimantan.
Kegiatan mereka dinilai menganggu Indonesia walau aksi kedua gerakan tersebut lebih condong merongrong kepada pemerintah Malaysia.
Maka dari itu dibentuklah Satgas gabungan Indonesia-Malaysia dalam memadamkan gerakan PGRS/Paraku.
TNI kemudian menerjunkan Tim Halilintar yang anggotanya adalah 11 personil Kopassandha (Kopassus) pimpinan Kapten Hendropriyono.
Tugas mereka menangkap petinggi PGRS/Paraku dengan jabatan Sekretaris Wilayah III Mempawah bernama Siauw Ah San.
Namun dalam operasi ini ke-11 personil bersenjatakan sebilah pisau komando dan hanya Hendropriyono yang bawa pistol untuk jaga-jaga saja.
Hal ini bertujuan agar tim bisa melakukan teknik bunuh senyap (silent kill) kepada musuh supaya keberhasilan operasi lebih terjamin.