Meskipun begitu, dalam pasal 124 ayat (1) a UU MD3, ketidakhadiran anggota DPR dalam rapat yang menjadi tanggung jawabnya masuk dalam kategori pelanggaran yang tidak memerlukan pengaduan.
“Pelanggaran yang tidak memerlukan pengaduan adalah pelanggaran yang dilakukan oleh anggota DPR berupa ketidakhadiran dalam rapat DPR yang menjadi kewajibannya,” bunyi sebagian pasal tersebut.
Penanganan pelanggaran tersebut nantinya akan ditangani oleh Mahkamah Kehormatan Dewan.
Jika berdasarkan pada keterangan yang dikemukakan, terdapat berbagai alasan yang melatarbelakangi mengapa agenda rapat sering tidak dipenuhi oleh kehadiran anggota-anggota dewan.
Menanggapi hal tersebut, pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Kuskridho Ambardi mengatakan kehadiran anggota DPR di Rapat Paripurna penting untuk menandai keseriusan mereka dalam bekerja.
Rapat paripurna, menurut Dody, sebetulnya hanya ujung dari proses panjang perumusan undang-undang. Sifatnya hanya simbolik.
"Meskipun sifatnya hanya simbolik, tapi menjadi sorotan publik karena menandai sebuah periode baru. Jadi kehadiran mereka itu penting untuk sekedar menunjukkan keseriusan mereka menjadi wakil rakyat," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Rabu (2/1/2019).
Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa ketidakhadiran dari anggota DPR sudah menjadi kebiasaan.
"Tapi, kalau melihat sejarah panjang kehadiran anggota DPR dalam sidang pleno, nampaknya kebiasaan absen itu sangat biasa. Ada problem etis dalam kultur DPR," paparnya.