Sosok.id - Seekor anak gajah yang berusaha membangunkan induknya yang telah mati tertangkap kamera.
Tujuh ekor gajah ditemukan telah tergeletak tak bernyawa di perkebunan di Sri Lanka.
Dilansir dari laman resmi UNESCO via Mirror, empat di antaranya ditemukan di dekat hutan Sigiriya pada Jumat (28/9/2019).
Sementara, tiga lainnya ditemukan keesokan harinya, yakni pada Sabtu.
"Kami telah menemukan jasad-jasad gajah itu sejak Jumat," kata seorang juru bicara dari kepolisian Ruwan Gunasekera, seperti dikutip dari Mirror.
Baca Juga: Hanya Demi Pawai Megah, Dibalik Kostum Gemerlap Gajah Ini Tersimpan Fakta Menyedihkan
Diduga, empat di antara bangkai gajah yang ditemukan di hari jumat adalah seekor betina yang sedang hamil.
Adapaun penyebab kematian hewan-hewan tersebut diduga karena diracun oleh penduduk sekitar.
Berdasarkan keterangan polisi, sebelumnya sudah sering terjadi penyerbuan gajah liar.
Mereka menyerang desa dan menghancurkan tanaman penduduk.
Polisi menduga hal ini turut menjadi pemicu bagi warga untuk meracuni gajah-gajah tersebut.
Dengan kematian tujuh gajah tersebut, membuat populasi gajah di Sri Lanka semakin berkurang.
Kini, hanya tersisa 5.500 ekor gajah di negara tersebut.
Diperkirakan, rentang usia gajah-gajah yang mati itu berumur 10 hingga 15 tahun.
Berdasarkan keterangan Jayantha Jayawardena, dari Biodiversity and Elephant Conservation Trust, diperlukan waktu lama untuk gajah bereproduksi.
"Diperlukan 22 bulan bagi seekor gajah untuk melahirkan, dan biasanya mereka akan istirahat selama empat hingga lima tahun untuk hamil lagi," ujarnya, seperti dikutip dari The Hindu via Mirror.
Para ahli mempercayai bahwa penyerangan yang dilakukan oleh para gajah itu karena satu alasan.
Yakni, lokasi tempat rumah-rumah penduduk didirikan adalah koridor yang digunakan gajah-gajah tersebut untuk migrasi internal.
"Biasanya, gajah akan berjalan sekitar 19 kilometer semalam untuk mencari makanan di tengah perjalanan," jelas pria yang telah mempelajari gajah Asia selama 40 tahun tersebut.
Namun, lanjutnya, jalan mereka justru terblokir oleh rumah-rumah penduduk.
"Mereka mendobrak masuk dan kemudian menemukan tanaman, itu seperti prasmanan bagi mereka," terangnya.
Jayantha menilai, perbuatan penduduk tidaklah kejam, sebab mereka telah terpengaruh oleh anacaman gagal panen.
Dia mengatakan bahwa pemerintah seharusnya memberikan penduduk desa tempat yang lebih baik.
"Kalau tidak, konflik antara manusia dan gajah ini akan terus berlanjut," jelasnya.
Sebuah data dari lembaga resmi mencatat, hampir 300 gajah mati pada tahun 2018.
Penyebabnya pun beragam, seperti tersengat listrik, kecelakaan lintasan kereta api, alat peledak sederhana, hingga tembakan.
Setidaknya, sekitar 200 gajah terbunuh setiap tahunnya di pulau tersebut.
Kebanyakan dari mereka menjadi korban dari kemarahan petani yang lahannya sering diserang oleh hewan bertelinga lebar itu.
Berdasarkan sebuah laporan, hampir 50 orang terbunuh akibat serangan gajah tersebut.
(*)