Sosok.ID - Hari-hari menjelang meletusnya G30S/PKI, kondisi politik Indonesia masih aman.
Namun ketika peristiwa memalukan itu terjadi, maka hampir semua perwira tinggi Angkatan Darat rawan menjadi sasaran G30S/PKI.
Tak terkecuali Pangkostrad Soeharto.
Mengutip buku Pak Harto The Untold Stories, mantan ajudan Soeharto, Wahyudi mengungkapkan sebelum G30S/PKI meletus, rumah Soeharto sudah mendapat kiriman barang aneh.
Saat itu, dia sedang bertugas di pos jaga.
Tiba-tiba saja ada seseorang yang mengantarkan sebuah bingkisan.
Wahyudi mengungkapkan, pengantar bingkisan itu adalah seorang pria paruh baya.
"Saya tanda tangani resi tanda terima kemudian membawanya ke ruang belakang," kenang Wahyudi.
Saat dibuka, ternyata isi bingkisan itu adalah patung Batara Guru.
Batara Guru merupakan satu tokoh dalam cerita pewayangan.
"Saya meletakkannya di meja dekat Pak Harto biasa membaca koran pagi," jelas Wahyudi.
Tak berselang lama, Soeharto mengetahui adanya patung itu.
Soeharto pun memanggil Wahyudi, dan menanyakan asal mula patung tersebut.
Mendapatkan pertanyaan itu, Wahyudi pun segera menjawabnya.
"Saya kira itu pesanan Bapak," jawab Wahyudi.
Selanjutnya, Wahyudi mengakui dirinya memang tidak menanyakan identitas pengirimnya.
"Pak Harto juga bertanya kepada Ibu Tien Soeharto yang juga mengatakan tidak memesannya. Demikian juga keluarga yang lain, ditanya namun tak ada yang merasa memesan atau mengenal pengirim patung itu," ungkap Wahyudi.
Wahyudi pun merasa ada yang ganjil terkait hal itu.
"Buat saya, itu kiriman yang ganjil, mengingat Pak Harto bukanlah penggemar apalagi pengumpul barang-barang seni semacam itu. Namun sempat terbersit di benak saya, apakah itu sebuah pertanda baik bagi Pak Harto?" kata Wahyudi.
Meski demikian, Wahyudi tetap berharap yang terbaik untuk Soeharto.
"Dalam hati tentu saja saya mengharapkan yang terbaik terjadi pada Pak Harto, mengingat isyarat alam semesta bisa saja datang melalui berbagai cara," harap Wahyudi.
Hendak diracun tikus
Mengutip buku Siti Hartinah Soeharto Ibu Utama Indonesia, Ibu Tien menjadi tak tenang hatinya mengetahui sang suami rawan dibunuh karena tugasnya sebagai pimpinan tertinggi sementara AD.
Dirinya semakin was-was saat Soeharto tak mengabarinya ketika dirinya berada di rumah sakit menunggu Tommy.
"Maka saya nekad saja untuk pulang karena saya gelisah dan tidak betah lebih lama di rumah sakit. Saya pikir, nanti kalau terjadi hal-hal yang lebih gawat anak-anak di rumah, saya di RS, nanti saya tidak bisa berbuat apa-apa." tulis Bu Tien dalam buku otobiografinya.
Karena was-was, Ibu Tien kemudian membawa Tommy pulang ke rumah diantar adi Soeharto, Probosutedjo dan ajudan yang bernama Wahyudi.
Baca Juga: Masa Lalu Betrand Peto Diobok-obok Media, Ruben Onsu Geram: Terpikir Enggak Dampak Perbuatan Kalian?
Saat itu Probosutedjo mminta izin kepada ibu Tien untuk membawa senjata api.
"Saya minta permisi pada ibu apakah boleh senjata-senjata yang ada di rumah, kita bagi pada Ibnu Hardjanto dan Ibnu Hardjojo. Ibu setuju. Saya sendiri pegang dua jenis senjata," kenang Probosutedjo.
Tiba di rumah, ibu Tien tak mendapati suaminya yang ternyata masih berada di markas Kostrad.
Soeharto juga diketahui memberikan amanat kepada pengawalnya agar mengungsikan istri beserta anak-anaknya ke rumah si ajudan di Kebayoran Baru.
Ibu Tien penasaran dengan amanat suaminya ini.
Ia kemudian bertanya kepada ajudan senior Bob Sudijo yang ikut mengamankan pengungsian ibu Tien.
"Ini rahasia Bu," timpal Bob.
Probosutedjo yang mendengar perkataan itu langsung memarahi Bob.
"Bob kamu jangan begitu. Kalau terjadi apa-apa pada Bapak yang akan menderita dan kehilangan adalah istrinya dan semua keluarga termasuk saya," ujar Probo dengan nada marah.
Bob akhirnya menceritakan semuanya kepada ibu Tien yang salah satunya Soeharto sedang sangat sibuk di markas Kostrad untuk meredakan 'gerakan petualangan' PKI.
Ketika sudah berada di rumah ajudannya, ibu Tien tambah gelisah setelah mendapat kabar ada seorang anak perempuan yang mengaku sebagai putri Soeharto.
"Waktu saya di pengungsian, tiba berita dan diberitahukan kepada saya bahwa ada seorang anak perempuan sedang mencari ayahnya yang bernama Soeharto. Ia sedang menunggu di rumah Chaerul Saleh," tutur ibu Tien.
Tak mau menunggu lama, ibu Tien segera berangkat ke rumah Chaerul Saleh dengan dikawal oleh ajudannya.
Benar saja sesampainya disana ibu Tien mendapati ada seorang anak perempuan yang didampingi oleh anggota AURI.
"Saya lalu membawanya pergi. Tiba di rumah, saya interview. Dari jawaban-jawabannya sama sekali tidak cocok. Raut wajahnya saja tidak mirip sedikitpun dengan Pak Harto. Saya jadi yakin anak ini bukan anak Pak Harto," jelas Ibu Tien.
Ibu Tien masih penasaran dengan anak itu.
Diam-diam dirinya membuka koper yang dibawa si anak dan mendapati sebuah gitar serta sebungkus bubuk racun tikus.
Lantas ibu Tien meminta agar si anak beristirahat di sebuah kamar yang ia kunci dari luar.
"Setelah itu saya pergi ke Kostrad untuk menemui Pak Harto, melaporkan hal ikhwal anak perempuan itu. Bapak bilang agar dibawa ke Kostrad saja. Keesokan harinya ketika pintu kamarnya dibuka, kamar sudah kosong. Anak itu telah menghilang. Rupanya dia melarikan diri turun melalui jendela menggunakan stagen," tutur Ibu Tien.
Ibu Tien menafsirkan, anak perempuan itu sengaja dipasang untuk melenyapkan Panglima Kostrad dengan menggunakan racun tikus yang dibawanya.
"Sejak itu saya tidak pernah bertemu lagi dengan anak itu, tidak ada pula kabar beritanya," kata Ibu Tien. (*)