"Pas pulang itu mau ngajakin adik (Indah) ke Jakarta. Tapi adik tidak mau. Ibu terus pergi lagi hanya ninggalin uang Rp 100.000," kata Teguh.
Teguh bekerje serabutan setiap harinya dengan pendapatan yang tak mesti.
Dengan demikian tanggungannya semakin berat lantaran masih membiayai adik bungsunya yang masih duduk di bangku SMK.
"Saya tidak setiap hari kerja. Kadang diminta tetangga bantu kerja di bangunan, angkat kayu, tani dan lain-lain. Hasilnya juga tidak seberapa. Untuk biaya sekolah adik dibantu sama saudara," katanya.
Pernah suatu hari ketiga bersaudara itu tidak makan sama sekali karena tak mempunyai beras maupun lauk.
Beruntung besoknya ada tetangga yang memberi mereka makanan.
"Sehari bisa makan sekali saja sudah cukup. Lauknya seadanya. Kadang hanya nasi sama sambal saja," ungkap Teguh.
Keadaan semakin menjepit Teguh lantaran ijazahnya belum bisa diambil karena tunggakan SPP di SMK Kristen Simo.
Padahal dirinya berharap dengan ijazah itu ia bisa mendapat pekerjaan yang lebih baik.
"Tiga tahun saya nunggak biaya SPP di sekolah. Jadi, ijazah saya sampai sekarang belum bisa diambil. Sebenarnya, ingin bisa kerja di tempat yang lebih baik biar dapat penghasilan tetap," ujarnya.
Teguh berasal dari keluarga kurang mampu.