Bukan Sedih, Arti Tangisan Mario Dandy Saat Rekonstruksi Dibongkar Pakar

Sabtu, 11 Maret 2023 | 08:42
Kolase tangkap layar YouTube/KOMPASTV

Arti tangisan Mario Dandy saat rekonstruksi adegan penganiayaan dibongkar pakar mikro ekspresi

Sosok.ID - Rekonstruksi kasus penganiayaan tokoh GP Ansor, David Ozora (17) telah digelar pada Jumat (10/3/2023).

Di tengah-tengah peragaan adegan di kawasan Perumahan Green Permata, Jakarta Selatan itu, Mario Dandy (20) tampak menangis.

Mengutip dari Kompas.com, Mario Dandy bahkan terus menundukkan kepalanya selama rekonstruksi berlangsung.

Anak mantan pejabat Ditjen Pajak, Rafael Alun Trisambodo ini juga menutup mata saat memperagakan adegan menendang kepala David dari arah kanan.

Bahkan, ia tampak menangis saat hendak melakukan adegan menendang kepala David dari arah kiri.

Dimana posisi David sudah terkapar tak berdaya.

Mario bahkan sampai terisak dan tak merespons saat petugas memanggil namanya untuk melanjutkan adegan berikutnya.

Kendati demikian, ia tetap diminta untuk melanjutkan reka adegan tersebut hingga usai.

Terkait hal itu, Pakar Mikro Ekspresi Monica Kumalasari mengungkap makna di balik tangisan Mario.

Menurutnya, gelagat Mario menunjukkan ekspresi marah.

"Pada tayangan yang tampak oleh umum ini, kita tidak bisa mengamati ekspresi yang muncul dari wajah karena sangat terbatas sekali.

Yang bisa kita lihat hanyalah gestur dan posturnya saja," kata Monica kepadaKompas TV,Jumat (10/3/2023).

"Yang bisa diamati adalah pinggang ke atas, seperti badan yang mengembang yang disebut pressure cooker. Itu masih tampak."

"Itu adalah sensasi yang ditunjukkan saat seseorang memiliki emosi marah. Ketika gestur yang muncul marah, maka kita bertanya, marahnya kepada siapa?

Hipotesisnya, mungkin dia marah kepada dirinya sendiri atas kejadian ini. Mungkin juga marah kepada AG, marah kepada Shane. Kita tidak bisa tahu secara spesifik, marahnya ini kepada siapa," jelasnya.

"Artinya, dengan peristiwa yang sangat membekas ini, perubahan emosinya belum terlihat sangat jelas."

Ia menyebut, seseorang belum tentu sedang sedih saat menangis.

Bisa jadi tangisan itu adalah ekspresi dari perasaan lain, seperti marah.

"Walaupun kita melihat ada tangisan, kemudian Mario berusaha untuk menutup dengan tangannya, tetapi menangis itu bukan berarti seseorang sedang sedih," lanjutnya.

"Tangisan bisa muncul ketika seseorang merasakan emosi yang dominan, emosi yang sangat intens. Belum tentu juga ini karena kesedihan.

Tetapi ketika seseorang marah dengan intens, bisa juga marahnya sambil nangis. Atau juga emosi-emosi yang lain yang intens, responnya bisa menjadi tangisan," terangnya.

Menurutnya, ada emosi yang campur aduk di dalam diri Mario kala itu.

"Mungkin di sini kita juga bisa melihat ada kesedihan, tapi emosi tersebut tidak berdiri secara sendiri.

Kalau kita lihat, ada beragam emosi, tapi masih ada emosi kemarahan yang nampak disini," tutur Monica.

Seperti diwartakan Sosok.ID sebelumnya, dua tersangka dan satu pelaku anak telah ditetapkan atas kasus penganiayaan yang terjadi pada Senin (20/2/2023) malam lalu.

Mario dan Shane ditetapkan sebagai tersangka, sementara AGH sebagai pelaku penganiayaan berat yang direncanakan.

Atas perbuatannya, Mario dijerat Pasal 355 KUHP ayat 1, subsider Pasal 354 ayat 1 KUHP, subsider 353 ayat 2 KUHP, subsider 351 ayat 2 KUHP.

Selain itu, penyidik juga menjerat Mario dengan Pasal 76c juncto Pasal 80 Undang-Undang Perlindungan Anak dengan ancaman maksimal 12 tahun penjara.

Sementara, Shane dijerat Pasal 355 ayat 1 juncto Pasal 56 KUHP, subsider 354 ayat 1 juncto 56 KUHP, subsider Pasal 353 ayat 2 juncto 56 KUHP, subsider Pasal 351 ayat 2 junto 56 KUHP dan atau Pasal 76c juncto 80 Undang-Undang Perlindungan Anak.

Adapun, AGHdijerat dengan Pasal 76c juncto pasal 80 Undang-Undang Perlindungan Anak dan atau Pasal 355 ayat 1 juncto Pasal 56 KUHP, subsider Pasal 354 ayat 1 juncto Pasal 56 KUHP, subsider Pasal 353 ayat 2 juncto Pasal 56 KUHP, subsider Pasal 351 ayat 2 juncto Pasal 56 KUHP.

Baca Juga: Di Dalam Sel, Mario Dandy Sempat Janjikan Kebebasan pada Shane Lukas

(*)

Editor : Dwi Nur Mashitoh

Baca Lainnya