Media Asing Soroti Keputusan Indonesia Hapus Tes Keperawanan pada Calon Tentara Wanita: Tes 2 Jari Sangat Kasar dan Kejam!

Kamis, 12 Agustus 2021 | 12:28
MUHAMMAD ALIF AZIZ MARDIANSYAH/BOLASPORT.COM

Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jendral TNI Andika Perkasa

Sosok.ID - Angkatan Darat Tentara Nasional Indonesia (TNI AD) telah mengakhiri praktik kontroversial tes keperawanan pada wanita yang melamar menjadi taruna.

Langkah ini disambut oleh para aktivis yang telah lama berkampanye menentang tes keperawanan pada calon tentara wanita.

Rencana ini dikonfirmasi oleh Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa.

Mengutip Kompas.com, Andika Perkasa mengatakan, pemeriksaan himen atau selaput dara sebagai salah satu rangkaian tes kesehatan bagi calon prajurit Korps Wanita Angkatan Darat (Kowad) bakal ditiadakan.

Baca Juga: Klaim Terganggu Isu Putrinya Tak Perawan, Oknum Anggota LSM Makassar Ngaku Cek Keperawanan dengan Setubuhi Anak Kandungnya Sendiri

"Soal himen atau selaput dara. Tadinya merupakan satu penilaian. Himennya utuh, himen ruptured (robek) sebagian, atau ruptured sampai habis. Sekarang tidak ada lagi penilaian itu," kata Andika dalam keterangan persnya yang disampaikan lewat video, Rabu (11/8/2021).

Bukan hanya itu, pemeriksaan khusus di bagian dalam vagina dan serviks juga dihilangkan.

"Tidak ada lagi pemeriksaan inspeksi vagina dan serviks. Tapi pemeriksaan genitalia luar, abdomen, tetap," ucapnya.

Kabar ini sendiri memantik perhatian alah satu kantor berita terbesar di dunia, Reuters yang berpusat di Inggris.

Baca Juga: Miris, Hanya Demi Ketahui Masih Perawan Atau Tidak, Keluarga Mempelai Pria Ini Tega Telanjangi Pengantin Wanita Sesaat Setelah Pesta Pernikahan Usai

"Tes dua jari (memasukkan jari ke dalam vagina) di mana dokter memeriksa selaput dara wanita yang direkrut untuk mencoba menentukan keperawanan mereka, adalah sistematis, kasar dan kejam," tulis laporan Reuters, seperti dikutip Sosok.ID, Kamis (12/8/2021).

Pernyataan itu merupakan kutipan menurut Human Rights Watch (HRW) yang berbasis di New York, yang melakukan penyelidikan pada tahun 2014 dan 2015 ke dalam praktik terkait, dan pada 2017 memperbarui seruan untuk mengakhirinya.

"Militer Indonesia sebelumnya mengatakan tes semacam itu penting dalam menentukan moralitas rekrutan," tulis Reuters.

Melanjutkan bahwa Organisasi Kesehatan Dunia mengatakan hal itu "tidak memiliki validitas ilmiah" dan penampilan selaput dara bukanlah indikator hubungan seksual yang dapat diandalkan.

Baca Juga: Amerika Serikat Kerahkan Prajurit ke Indonesia, Termasuk Black Hawk, Begini Kata Jenderal Andika Perkasa!

Sementara itu, TNI Angkatan Laut menegaskan tidak ada tes keperawanan dalam proses rekrutmen prajuritnya.

"Pemeriksaan virginitas atau keperawanan tidak ada. Yang diperiksa adalah kandungan dan kehamilan," ujar Kepala Dinas Penerangan TNI AL Laksamana Pertama TNI Julius Widjojono.

Dasar dari pelaksanaan tes kesehatan tersebut, kata Julius, yakni Keputusan Panglima TNI Nomor KEP/920/XI/2020 Tanggal 23 November 2020 tentang Petunjuk Teknis Pemeriksaan dan Uji Kesehatan di Lingkungan Tentara Nasional Indonesia.

Dengan demikian, lanjut Julius, gender dari calon prajurit TNI AL jadi jelas dan kondisi fisiknya juga jelas.

Baca Juga: Diberi Makanan Sisa oleh Nenek Renta yang Hidup Tanpa Piring dan Sering Kelaparan, Istri KSAD Andika Perkasa Menolak: Tega Amat

Test di TNI AL, kata dia, merupakan battery test yang satu dengan lainnya saling terkait.

"Laki-laki dan perempuan sama pemeriksaannya. Dari tes bisa dikorelasikan dengan tes lain untuk melihat kecenderungan perilakunya. Kita masih patuhi budaya Timur, budaya nusantara," kata Julius.

Adapun kelompok hak asasi manusia menyambut baik pengumuman bahwa tentara telah menghentikan praktik tersebut.

"Tidak pernah ada kebutuhan untuk tes," kata Andy Yentriyani, ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan).

Baca Juga: Baru Saja Lulus Jadi Perwira TNI, Sosok Pemuda Ini Langsung Jadi Sorotan Sampai Dihampiri KSAD Jenderal TNI Andika Perkasa, Ayahnya Ternyata Bukan Orang Sembarangan!

Andreas Harsono, peneliti Indonesia di HRW mengatakan itu adalah "hal yang benar untuk dilakukan", menambahkan praktik itu "merendahkan, diskriminatif, dan traumatis", sorot Reuters. (*)

Editor : Rifka Amalia

Sumber : Kompas.com, Reuters, Tribunnews.com

Baca Lainnya