Sosok.ID- China, menjadi salah satu negara yang mengakui kemerdekaan Timor Leste pada tahun 2002.
Setelah lepas dan merdeka dari Indonesia, China mulai membangun hubungan diplomatik dengan negara yang dulunya bernama Timor Timur tersebut.
Negeri Tirai Bambu terlibat dalam pemberian modal agar Timor Leste mampu membangun negaranya.
Mica Barreto Soares dari Routledge Handbook of Contemporary Timor-Leste, 2019, memperkirakanBumi Lorosaemenjadi sasaran migrasi penduduk China.
Ada sekitar 4.000 migran China tinggal di negara tersebut pada tahun 2019.
Mereka mendirikan setidaknya 300-400 perusahaan bisnis, dari usaha kecil hingga besar.
Orang-orang China yang datang ke Timor Leste menjual barang-barang murah dan bahan bangunan, serta menjalankan usaha kecil seperti restoran, hotel, ritel hingga rumah bordil.
Sayangnya laporan itu tak pernah dipublikasikan oleh Kedutaan Besar China di Dili.
Mereka enggan merilis berapa banyak warganya yang tinggal di Timor Leste, karena mereka juga tidak mendaftarkan kehadiran mereka melalui visa, sehingga sulit untuk memastikan jumlah keberadaan orang-orang China di Timor Leste.
Banyaknya orang China dengan beragam usaha bahkan mendominasi ekonomi negara dengan nama resmi Republik Demokratik Timor Leste tersebut.
Keberadaan mereka membawa pengaruh cukup besar di tanah Dili.
Ribuan orang itudatang dengan alasan karena cukup mudah mendapatkan uang di Timor Leste.
"Sebenarnya China bukan pemain utama di Timoe Leste, tetapi keberadaan perusahaan dan bisnis yang signifikan, membuat mereka bergerak di usaha kecil menengah," kata Soares.
Meski demikian, perusahaan China yang hadir di Timor Leste juga dipandang meningkatkan ekonomi Timor Leste.
Mereka menurunkan harga dan meningkatkan persaingan, tetapi ada kekhawatiran terjadinya kolusi di antara bisnis China.
"Ada ketegangan sosial dalam banyak kasus, terutama di sektor ritel dan kontruksi di mana pengusaha lokal merasa dikesampingkan oleh pendatang China," kata Graeme Smith, dari Universitas Nasional Australia.
"Sisi negatif paling jelas adalah ketegangan sosial antara pemilik toko, dan meningkatnya hubungan klientelis pengusaha Tiongkok yang lebih besar," tambahnya.
Sementara Soares menyoroti pertikaian penduduk Dili dengan migran China yang dikaitkan dengan kecemburuan sosial.
"Mungkin terlalu dini mengklaim bahwa terjadi peningkatan sentimen Anti-China di Timor Leste, tetapi insiden ini mengarah pada sentimen dan motivasi rasial terhadap pendatang baru China," katanya.
Akan tetapi, berlawanan dengan pendapat para peneliti, penduduk asli Timor Leste justru mengatakan halsebaliknya
Maria Carmen Alianca Xiamens Pereira (37) yang bekerja di Hotel di Dili, mengatakan investasi China di negara itu justru bagus, karena memberikan penduduk lokal pekerjaan.
"Sejujurnya, ketika kita di bawah pemerintah Indonesia, hanya separuh orang Timor Leste yang bisa bekerja sebagai karyawan, atau di toko," kata Pereira.
"Sekarang kami sudah sangat mandiri, semua orang bekerja dan menerima gaji," katanya.
Di sisi lain petugas keamanan Adelino Soares, mengatakan bahwa ekonomi Timor Leste semakin bergantung pada uang China, negara tersebut telah berubah sedikit demi sedikit.
Namun, seorang Tiongkok bernama Mayang berada di Timor Leste, yang membuka toko di sana justru mengungkap borok asli orang China.
"Tidak peduli negara Asia Tenggara mana, ada banyak orang China yang menjadi penipu," katanya.
Dia mengatakan, bersama suaminya awalnya tidak memiliki prospek ekonomi baik di Fujian China, tetapi menghasilkan banyak uang di Timor Leste.
"Kami sebenarnya ingin pulang, saat ini banyak yang bisa kami lakukan," katanya.
"Kembali ke China untuk mengembangkan diri kami sendiri, tetapi itu tidak mungkin karena kami sekarang sudah berusia 40-50 tahunan," jelasnya.
Artikel ini telah tayang di Intisari.ID dengan judul: Sebut Kehidupan Timor Leste Lebih Baik di Bawah Pengaruh China Ketimbang Indonesia, Padahal Orang China di Timor Leste Malah Blak-Blakan Sebut Orang China Penipu
(Afif Khoirul M)