Sosok.ID - Sebuah pernyataan mengejutkan dikemukakan oleh salah satu pembantu Presiden Jokowi di Kabinet Indonesia Maju belum lama ini.
Pernyataan mengejutkan tersebut diungkap oleh Menteri Koordinasi Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD.
Mahfud MD baru-baru ini mengakui tindakan pemerintah dalam menangani pandemi virus corona (covid-19) seperti terkesan berubah-ubah.
Pandangan mengenai cara pemerintah Indonesia menangani virus corona yang menyebar cukup cepat tersebut dikabarkan memang berubah-ubah.
Ungkapan tersebut tak disanggah oleh mantan Pemimpin Mahkamah Konstitusi tersebut.
Justru Mahfud pun mengakui adanya kegamangan dari pihak pemerintah pusat dalam caranya menangani covid-19.
Mahfud pun tak menyangkal bahwa kebijakan pemerintah terkait pandemi ini berulang kali berubah.
Hal tersebut diungkapkannya karena perkembangan virus itu sendiri.
"Memang tampak gamang," kata Mahfud saat menghadiri rilis survei Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) tentang kondisi demokrasi Indonesia di masa Covid-19 secara virtual, Minggu (23/8/2020), yang dikutip dari Kompas.com.
Kegamangan pemerintah pusat dalam menangani Covid-19 itu disebut Mahfud bukan karena disengaja.
Bahkan Mahfud pun menambahkan, pemerintah pusat justru bergerak dengan berpedoman pada data yang dihimpun.
"Watak Covid-19 itu memang setiap hari berubah beritanya. Sehingga kalau pemerintah tampak selalu berubah-ubah, apa enggak pakai data? Pakai, pakai data," tuturnya.
Mahfud menungkapkan bahwa kebijakan yang diambil oleh pemerintah tersebut justru bukan karena ketidaksiapan atau kurangnya data.
Justru perubahan tindakan yang diambil oleh pemerintah tersebut sesuai dengan data yang dimiliki oleh pemerintah.
Misalnya, saat hendak menerapkan new normal, pemerintah mempertimbangkan empat data terkait Covid-19.
Data yang digunakan adalah milik Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Selain itu, lanjut Mahfud, pemerintah tampak gamang karena sikap masyarakat terhadap pandemi Covid-19 juga berbeda-beda.
Dalam menyikapi pembatasan sosial berskala besar (PSBB) misalnya, ada yang menilai hal itu penting, ada pula yang sebaliknya.
Di awal masa pandemi, ada dokter yang mengatakan bahwa Covid-19 penyakit biasa, ada pula yang mengatakan berbahaya.
"Jadi kalau tampak gamang pemerintahnya itu ya wajar saja. Tapi keputusannya tetap berdasar data," ujar Mahfud.
Mahfud pun mengklaim bahwa pemerintah tak pernah asal-asalan dalam menangani pandemi Covid-19.
Di awal masa pandemi, rapat kabinet digelar sangat intensif setiap hari, bahkan dua hingga tiga kali dalam sehari.
Oleh karena itu, Mahfud tak heran mesti terlihat plin-plan, kepercayaan rakyat pada pemerintah dalam menangani pandemi masih sangat tinggi.
"Pada umumnya masyarakat yang waras itu memberi kepercayaan ya memang itu yang dilakukan," ujar Mahfud.
Baca Juga: Jumawa Karena Nol Kasus Covid-19, Vietnam Kini Diambang Ledakan Virus Corona
"Karena di masyarakat itu kan memang ada yang selalu dilakukan oleh pemerintah itu salah itu ada kelompok masyarakat yang seperti itu, begini salah begitu salah. Sehingga pemerintah itu dihadapkan pada situasi yang dilematis," tutur dia.
Mengutip dari Kompas.com, menurut survei lembaga penelitian Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) menemukan tingkat kepercayaan masyarakat pada pemerintah masih tinggi.
Hal tersebut didasari oleh pemerintahan di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi diyakini mampu membawa Indonesia keluar dari krisis ekonomi akibat pandemi.
Hal ini disampaikan oleh Pendiri SMRC, Saiful Mujani, saat merilis survei tentang kondisi demokrasi Indonesia di masa Covid-19, Minggu (23/8/2020).
"Sebanyak 73 persen yang percaya bahwa pemerintah dalam hal ini Presiden bisa memimpin keluar dari krisis ekonomi akibat dari Covid tersebut," kata Saiful.
Sementara itu, responden yang kurang percaya terhadap kemampuan Presiden untuk membawa negara keluar dari krisis sebesar 21 persen. (*)