Mantap! Berkat Prestasi Ini, Indonesia Bakal Dibayar Rp 813 Miliar oleh Norwegia, Ada Pesan untuk Pemerintah

Selasa, 07 Juli 2020 | 19:35
TribunStyle

Sebaran kandungan karbon di sejumlah wilayah terdampak karhutla.

Sosok.ID - Pemerintah Norwegia, akan membayar Indonesia sebesar 56 juta dollar AS karena berhasil menurunkan emisi karbon pada 2016-2017.

Indonesia diketahui telah berhasil menurunkan emisi karbon sebanyak 11,2 juta ton CO2eq dalam kurun waktu tersebut.

Hasil kerja Indonesia ini akan diupah Norwegia dengan pembayaran berbasis hasil (Result Based Payement).

Ini merupakan bagian dari kerja sama REDD+ (Reduction of Emissions from Deforestation and Forest Degradation).

Baca Juga: Resmi! Pertamina Segera Hapus BBM Premium dan Pertalite, Begini Mekanismenya!

Melansir Kompas.com, kabar ini disampaikan dalam laman resmi pemerintah Norwegia, Regheringen.no (3/7/2020).

Adapun nilai 56 juta dollar AS itu setara dengan Rp 813,3 miliar jika dihitung menggunakan kurs Rp 14.500.

"Kami menyambut baik pengumuman pembayaran berbasis hasil yang telah disampaikan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Iklim Norwegia, Sveinung Rotevatn," ujar Duta Besar RI untuk Norwegia Todung Mulya Lubis, dilansir dari KBRI Oslo via Kompas.com.

Menurut Todung, Norwegia menganggap Indonesia sebagai mitra penting dalam melawan perubahan iklim dan penurunan gas rumah kaca.

Baca Juga: 64,1 Persen Responden Ingin Yasonna Laoly Di-reshuffle, Rocky Gerung Ancang-ancangIsi Kursi Menteri

Kemitraan dalam bidang lingkungan hidup ini sangat menguntungkan dua negara.

“Kita harapkan agar kerja sama ini dapat terus berlanjut dan ditingkatkan pada tahun-tahun mendatang,” ucap Todung.

Adapun harga karbon dunia saat ini adalah adalah 5 dollar AS atau Rp 72.617 per ton.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar selepas rapat terbatas dengan Presiden Jokowi, Senin (6/7/2020) mengatakan, ini adalah bagian dari komitmen prestasi Indonesia.

Baca Juga: Kisah Warsito Penerima Penghargaan Menteri Lingkungan Hidup, Kerap Tidur di Hutan dan Bersua dengan Macan

"Disepakati 11 juta ton atau senilai dana 56 juta dollar AS atau sekitar Rp 800 miliar, itu yang terkait pembayaran prestasi komitmen Indonesia terhadap penurunan emisi gas rumah kaca," katanya dilansir dari YouTube Sekretariat Presiden.

Untuk mencapai intensif tersebut, ada banyak kebijakan yang telah dilakukan pemerintah Indonesia hingga saat ini.

Di antaranya yakni moratorium pembukaan lahan di hutan primer dan gambut sejak 2011, penanganan kebakaran hutan dan lahan, deforestasi, serta penegakan hukum yang lebih berat.

Kebijakan pengembangan energi terbarukan biodiesel 30 persen (B30) juga membantu Indonesia.

Baca Juga: Ingin Jalani Hidup Layaknya Manusia Primitif, Pria Bule Ini Rela Membuang Kehidupannya yang Sukses Demi Tinggal Bersama Suku Pedalaman di Indonesia

Siti mengatakan, dana tersebut nantinya akan digunakan untuk meneruskan komitmen Indonesia dalam mengurangi emisi gas rumah kaca.

"Arahan presiden yang paling penting itu dipakai untuk pemulihan lingkungan, apakah pembibitan mangrove misalnya, pemulihan gambut misalnya atau penyelesaian lahan kritis," ucap Siti.

Dana ini nantinya akan disalurkan lewat Badan Pengelolaan Dana Lingkungan Hidup.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Nur Hidayati menyampaikan pesan bahwa ada hal lain yang harus diperhatikan pemerintah.

Baca Juga: PLA Navy Terima Tantangan Perang Amerika di Pasifik, Siapa Bakal Jadi Arang?

"Pengakuan dari dunia internasional atas upaya Indonesia memperbaiki kondisi hutannya tentu saja menjadi sesuatu yang penting.

"Namun, hendaknya ini didasari atas kesadaran pemerintah sendiri atas tanggung jawabnya terhadap nasib rakyat Indonesia sendiri," ujarnya, Senin (6/7/2020), dikutip dari Kompas.com.

"Jadi bukan hanya karena sekadar mengejar pengakuan internasional," lanjutnya.

Nur berharap Pemerintah Norwegia juga ikut andil dalam memastikan kondisi ini agar makin membaik.

Baca Juga: Ketegangan Hampir Berbuah Perang Samudera, Militer AS dan Tiongkok Gelar Latihan di Laut China Selatan Saling Berhadapan: Mereka Melihat Kami dan Sebaliknya

Caranya yakni dengan turut mengkritisi produk Indonesia di pasar Eropa yang berkontribusi merusak hutan, deforestasi, maupun emisi dari karhutla.

Seperti produk-produk hutan tanaman industri (HTI).

"Pemerintah Norwegia juga diimbau untuk memastikan agar institusi pembiayaan yang berasal dari Norwegia tidak terlibat dalam pembiayaan proyek-proyek atau usaha-usaha yang memperburuk kondisi hutan Indonesia," kata Nur.

Adapun Presiden Jokowi dalam ratas pada 6 Juni lalu menginstruksikan agar program pemulihan lingkungan agar terus dijalankan demi memenugi target menurunkan 26 persen emisi gas rumah kaca di tahun ini.

Baca Juga: Peduli Tubuhmu: Tanda Tubuh Kekurangan Tiamin atau Vitamin B1

"Kita harus terus konsisten menjalankan program pemulihan lingkungan untuk menurunkan gas rumah kaca," kata Jokowi.

Di tahun ini, pemerintah Indonesia dan Norwegia memperingati 70 tahun hubungan diplomatiknya.

Dua negara itu juga merayakan 10 tahun kemitraan dalam kerja sama REDD+ yang ditandatangani melalui Letter of Intent pada 26 Mei 2010 silam. (*)

Editor : Rifka Amalia

Sumber : Kompas.com

Baca Lainnya