Kena Semprot Retno Marsudi, Xi Jinping Masih Ingin Nego-nego Soal Laut China Selatan, Menlu Tegaskan Posisi Indonesia Jelas, Tak Perlu Didiskusikan!

Sabtu, 20 Juni 2020 | 19:50
https://koarmada2.tnial.mil.id/

Pada konferensi pers 4 Juni, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan posisi negara Indonesia di Laut China Selatan sangat jelas dan konsisten.

Sosok.ID - China masih berusaha mengajak Indonesia untuk berdiskusi terkait posisi Laut China Selatan.

Ajakan diskusi itu ditolak pemerintah Indonesia dengan tegas.

Sebab China tak berhak mengusik batas laut yang sudah ditetapkan hukum internasional melalui catatan diplomatik yang ditujukan kepada PBB.

Terkait Laut China Selatan, Indonesia dan China memiliki klaim yang tumpang tindih.

Baca Juga: Laut China Selatan Bergejolak, Moncong Senjata Kapal Tempur AS dan Tiongkok Saling Berhadapan Hanya Berjarak 100 Meter

Melansir Channelnewsasia.com, dalam catatan diplomatik tertanggal 26 Mei, Indonesia menegaskan bahwa pihaknya bukan pihak yang berselisih dengan wilayah di Laut China Selatan.

Terlebih peta sembilan garis yang digunakan Tiongkok atas klaimnya di batas perairan tidak memiliki dasar hukum internasional.

Tiongkok kemudian merespons dengan mengirim catatan diplomatik yang menunjukkan bahwa tidak ada sengketa wilayah antara Beijing dan Jakarta di Laut China Selatan.

Namun catatan pada 2 Juni mengatakan: “China dan Indonesia memiliki klaim yang tumpang tindih tentang hak dan kepentingan maritim di beberapa bagian Laut China Selatan.

Baca Juga: Seolah Senggol Sedikit Bisa Pecah Perang,Kapal Perang China dan Amerika Serikat di Laut China Selatan Cuma Terpisah Jarak 100 Meter!

"Tiongkok bersedia menyelesaikan klaim yang tumpang tindih melalui negosiasi dan konsultasi dengan Indonesia, dan bekerja sama dengan Indonesia untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di Laut Cina Selatan."

Pada konferensi pers 4 Juni, Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi mengatakan posisi negara Indonesia di Laut China Selatan sangat jelas dan konsisten.

Dia mengatakan bahwa dalam catatann, Indonesia ingin menegaskan kembali posisi yang konsisten, dalam menanggapi klaim China di PBB.

Sebab Indonesia memiliki hak bersejarah di Laut China Selatan yang dapat mempengaruhi Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEE).

Baca Juga: Negara ASEAN Makin Kepepet, Tiongkok Makin Keranjingan Buru Kapal Negara Lain yang Coba-coba Keruk Sumber Daya di Laut China Selatan

"Catatan diplomatik kami untuk PBB pada 26 Mei menegaskan kembali keberatan kami antara lain dengan apa yang disebut garis sembilan garis putus-putus atau yang disebut hak bersejarah.

"Dalam catatan diplomatik itu, Indonesia juga menyerukan kepatuhan penuh terhadap UNCLOS (Konvensi PBB tentang Hukum Laut) 1982," kata Retno Marsudi mengacu pada hukum yang telah diratifikasi Tiongkok.

Indonesia kemudian mengeluarkan surat tertanggal 12 Juni, yang menolak tawaran pembicaraan dengan China.

Tidak ada alasan di bawah hukum internasional untuk melakukan negosiasi batas laut dengan China, kata catatan Indonesia.

Baca Juga: Ogah Gentar Dikepung 3 Kapal Induk AS, China dan Korea Utara Kerjasama Siapkan Persenjataan Nuklir Tingkat Tinggi, Pakar: Dunia Lebih Berbahaya

Google Map
Google Map

Letak Laut China Selatan.

"Tidak ada hak bersejarah di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia dan Landas Kontinental berhadapan dengan Republik Rakyat Tiongkok. Jika ada hak bersejarah yang ada sebelum berlakunya UNCLOS 1982, hak-hak itu digantikan oleh ketentuan UNCLOS 1982. "

Dalam konferensi pers pada hari Kamis (18 Juni), Retno Marsudi mengatakan bahwa catatan sebelumnya dimaksudkan untuk "menegaskan kembali posisi kami yang konsisten bahwa di bawah UNCLOS 1982, tidak ada klaim yang tumpang tindih seperti itu".

"Untuk alasan ini, tidak ada yang bisa dinegosiasikan."

Ini bukan pertama kalinya Indonesia mengirim nota diplomatik ke PBB mengenai Laut China Selatan.

Baca Juga: Amerika Serikat Kirim 3 Kapal Induk ke Laut China Selatan, Tiongkok Menolak Jiper, Rudal Balistik Anti-Kapal Telah Disiagakan

Sebelumnya Indonesia telah mengirim nota serupa pada tahun 2010.

Kemudian, Indonesia juga mengatakan bahwa peta garis sembilan garis putus-putus tidak memiliki dasar hukum.

Ahli hubungan internasional Teuku Rezasyah mengatakan kepada CNA: "Saya pikir Indonesia cukup percaya diri dalam menyatakan posisinya di PBB. Ini adalah cara damai untuk mengungkapkan keprihatinan, ini adalah cara diplomatik dari posisi Indonesia.

"Kedua, Indonesia perlu memberi tahu Tiongkok bahwa itu konsisten. Dan untuk menunjukkan konsistensinya, ia berurusan dengan masalah ini di berbagai tingkatan, di tingkat unilateral, di tingkat bilateral, di tingkat regional, dan juga di tingkat global," kata sarjana lulusan Universitas Padjajaran Bandung itu.

Baca Juga: Tiongkok Semakin Nekat Serang Negara-negara ASEAN, Amerika Serikat Bertindak! Untuk Pertama Kalinya Kirim 3 Kapal Induk Sekaligus di Laut China Selatan, Perang?

“Saya pikir sudah waktunya bagi China untuk melihat seberapa serius Indonesia dengan posisinya. Itu telah dilakukan dengan mengintegrasikan pelabuhan dan bandara di Natuna, dan telah mendesain ulang pelabuhannya di sana, ”tambah Mr Rezasyah.

Mengingat situasi saat ini, rute diplomatik adalah metode terbaik yang dapat digunakan Indonesia untuk menegaskan kembali posisinya, tambah analis keamanan dan pertahanan Yohanes Sulaiman.

Bersatu dengan negara-negara anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) lainnya juga akan membuat Indonesia dan blok itu lebih kuat, katanya.

Baca Juga: Anggaran Militer Kadung Disunat Prabowo, Langkah Picik Tiongkok atas Laut China Selatan Ancam Posisi Indonesia di Natuna Utara

“Saya pikir itu akan membuat China berpikir dua kali jika negara-negara Asia Tenggara bersatu. Dan itu juga merupakan alasan utama mengapa Tiongkok selalu mengklaim bahwa masalah dengan Laut China Selatan harus diselesaikan secara bilateral dan bukan multilateral.

"Karena mereka tidak ingin negara-negara Asia Tenggara bersatu untuk menantangnya," kata Sulaiman yang bekerja di Universitas Jenderal Achmad Yani di Jawa Barat.

Tiongkok mengklaim sebagian besar Laut China Selatan, tetapi ada klaim yang tumpang tindih oleh Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan, dan Vietnam.

Washington dan sekutunya juga menentang klaim teritorial Beijing. (*)

Tag

Editor : Rifka Amalia

Sumber Channel News Asia