Sosok.ID- Matahari, sebagai pusat tata surya tengah berada dalam kondisi yang tidak biasanya.
Kondisi ini memungkinkan bumi kembali mengalami bencana seperti apa yang terjadi antara tahun 1790 dan 1830.
Ilmuwan khawatir medan magnet Matahari yang melemah bakal menyebabkan rentetan kejadian berbahaya untuk manusia di Bumi.
Seiringan dengan hal tersebut, Bumi bahkan sedang kelimpungan karena pandemi yang disebabkan virus SARS-CoV-2.
Dewasa ini, Lockdown menjadi salah satu kebijakan yang dipilih beberapa negara untuk menghentikan penyebaran virus corona (Covid-19).
Lockdown atau penguncian berarti menghentikan segala aktivitas luar seperti penerbangan, transportasi umum, hingga membuat orang hanya berada di rumah.
Ada beberapa negara yang berhasil menerapkannya.
Namun ada juga yang mengalami masalah akibat lockdown.
Nah, bicara soal lockdown, menurut para ahli saat ini Matahari kita juga mengalami 'lockdown'.
Wah, apa maksudnya?
Dilansir dari nypost.com pada Sabtu (16/5/2020), Matahari kita, yang merupakan pusat tata surya saat ini telah berada dalam periode 'solar minimum' atau 'minimum Matahari'.
Artinya aktivitas di permukaannya telah turun secara drastis.
Dengan kondisi ini, maka para ahli percaya bahwa kita akan memasuki periode terdalam dari 'resesi' sinar Matahari, yang pernah tercatat sebagai bintik Matahari telah menghilang.
"Solar Minimum sedang berlangsung dan ini sangat dalam," kata astronom Dr. Tony Phillips.
"Dalam hitungan, kondisi Matahari saat iniadalah salah satu yang terdalam pada abad ini."
"Di mana medan magnet Matahari menjadi lemah, memungkinkan sinar kosmik ekstra ke tata surya."
Apakah kita harus waspada?
Jawabannya ya. Sangat.
Sebab, ada beberapa dampak besar yang bisa terjadi.
"Hal ini dapat menimbulkan bahaya kesehatan bagi para astronot dan mereka yang berada di kutub."
"Lalu juga memengaruhi elektro-kimia atmosfer di atas Bumi dan dapat membantu memicu petir."
Belum selesai.
Ilmuwan NASA itu khawatir bahwa kondisi ini bisa mengulang kejadianantara tahun 1790 dan 1830 yang disebutDalton Minimum.
Di mana kondisi tersebutmengarah pada periode musim dingin yang brutal, kehilangan panen yang mengakibatkan kelaparan, dan letusan gunung berapi yang kuat.
Saat itu, kondisi suhumerosot hingga 2 derajat Celcius (3,6 derajat Fahrenheit) selama 20 tahun dan menghancurkan produksi pangan dunia.
Pada 10 April 1815, letusan gunung berapi terbesar kedua dalam 2.000 tahun terjadi di mana Gunung Tambora di Indonesia meletus dan menewaskan sedikitnya 71.000 orang.
Ini juga menyebabkan 'Tahun Tanpa Musim Panas' pada tahun 1816 dan ada salju di bulan Juli.
Artikel ini telah tayang di Intisari-Online.com dengan judul "Peringatan! Ilmuwan NASA Ini Sebut Matahari Memasuki Periode 'Lockdown', Bisa Sebabkan Kelaparan, Gunung Api Meletus, hingga Cuaca Dingin yang Ekstrim"