Sosok.ID - Virus corona kini telah ditetapkan sebagai pandemi oleh otoritas kesehatan dunia (WHO).
Hal itupun menimbulkan pertanyaan mengenai apakah benar negara lain terlambat menyadari ancaman virus corona atau cenderung menyepelekan virus yang telah membuat kota Wuhan di China lumpuh total sementara?
Tak sampai di situ saja, kemunculan virus secara tiba-tiba dan menyebar begitu cepat hingga menelan korban jiwa yang tak sedikit ini menambah deretan peristiwa mengerikan di dunia.
Lantaran hal itupun banyak pihak menanyakan dari manakah asal usul virus itu hingga bisa menular ke manusia.
Baca Juga: Selain Mukjizat Tuhan, Mbah Mijan Beberkan Obat Ini Manjur Selamatkan Manusia dari Virus Corona!
Bahkan sampai saat ini pun pertanyaan tersebut belum bisa terjawab dengan jelas.
Hanya ada spekulasi dari beberapa ilmuwan termasuk virolog dunia mengenai asal virus corona.
Oleh sebab itu publik dunia pun seakan menyalahkan pemerintah mereka masing-masing dengan penyebaran virus corona yang begitu masif hingga menelan korban jiwa di berbagai negara.
Banyak negara dicap terlambat menyadari ancaman virus yang disebut bermula di kota Wuhan China tersebut.
Ternyata, dunia internasional telah sadar mengenai kemunculan virus corona di Wuhan jauh-jauh hari sebelum virus itu keluar China.
Namun saat dunia internasional hendak mengirim tim penyelidikan mengenai asal usul virus corona yang kemungkinan besar bisa membantu mengatasi mewabahnya virus tersebut, Pemerintah China secara terang-terangan menolak tim tersebut.
Diplomat Beijing di Inggris, Chen Wen, mengatakan permintaan dunia internasional tersebut ditolak oleh negaranya lantaran bernuasa politik.
Tak hanya itu saja, Chen menambahkan bahwa penawaran mengirim bantuan tim penyelidik asal usul virus itu dianggap tak membantu dalam hal memerangi virus corona.
Penolakan tim penyelidik internasional itupun dianggap oleh sejumlah negara Barat seperti Amerika Serikat (AS) sebagai sebuah skenario China memang berniat tak mau menyelesaikan masalah wabah itu dengan cepat.
Blok Layanan Aksi Eksternal menyatakan, Beijing dan juga Rusia dituding sebagai otak dibalik wabah virus corona tersebut.
Kedua negara itu disebut membuat narasi konspirasi terhadap negara Uni Eropa dan tetangganya.
Presiden AS Donald Trump berulang kali melancarkan serangan, mulai dari mempertanyakan data yang diumumkan hingga memperingatkan "konsekuensi serius".
Sementara Negara Bagian Missouri di AS melayangkan gugatan kepada Negeri "Panda" karena dianggap bertindak lamban dalam menangkal wabah.
Adapun para ilmuwan menepis teori konspirasi yang berkembang bahwa patogen tersebut merupakan hasil pengembangan laboratorium di Wuhan.
Melansir dari BBC News, sejak wabah terjadi di Wuhan China, sejumlah negara sudah menyerukan agar diadakan penyelidikan internasional di negeri Panda.
Hal itu dimaksudkan untuk meneliti bagaimana virus tersebut bisa berkembang dan bisa segera diatasi.
Penolakan yang dilakukan negeri tirai bambu ini pun disebut menjadi akar masalah penyebaran virus corona ke seluruh dunia hingga jadi pandemi.
Oleh sebab itu pada Kamis (23/4/2020), Perdana Menteri Australia, Scott Morrison dengan tegas mengatakan akan membawa isu ini ke pertemuan tahunan Dewan Kesehatan Dunia.
Sesuai yang dilansir dari laman berita BBC News, Jumat (24/4/2020) pertemuan itu sedianya akan diadakan pada bulan Mei mendatang.
Dan negeri Kangguru merupakan salah satu anggota eksekutif di pertemuan berskala internasional tersebut.
Organisasi itu sendiri sebelumnya sudah mulai mengembuskan diskusi mengenai peninjauan "apa yang sudah dipelajari" dari masa darurat ini.
Tetapi Chen sudah menekankan bahwa negaranya tidak akan setuju dengan investigasi itu. "Semuanya bermotif politik," tegas dia.
Dia menuturkan bahwa upaya dunia menyelidiki mereka hanya akan membagi fokus dan sumber daya di tengah penyebaran virus corona.
"Jelas-jelas ini bermuatan politik. Saya pikir tidak akan ada yang setuju dengan ini. Tidak akan memberikan hasil baik," kilahnya.
Dia menjelaskan, yang paling berbahaya adalah begitu banyaknya disinformasi mengenai asal usul virus Covid-19, dan sama berbahayanya dengan pandemi itu sendiri. (*)