Sosok.ID - Usulan Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly terkait pembebasan napi kasus korupsi sempat memanas.
Pasalnya, usulan itu dianggap tidak logis mengingat kapasitas lapas napi koruptor tak sebanyak terpidana umum.
Sejumlah pihak secara gamblang bahkan menyebut Yasonna Laoly memanfaatkan wabah Covid-19 sebagai sarana mendongkrak aturan baru.
Seperti diberitakan sebelumnya, Yasonna Laoly mengusulkan pembebasan napi koruptor bersamaan dengan dibebaskannya 30.000 napi dewasa dan anak-anak dari tahanan dalam rangka mencegah penyebaran virus corona di lapas.
Namun tata laksana pembebasan napi koruptor tidak sama dengan napi umum.
Sehingga untuk membebaskannya, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 harus diperbarui.
Beberapa hari setelah usulan Yasonna berpolemik, Presiden Joko Widodo pada Senin (6/4/2020) menegaskan, pemerintah tidak akan membebaskan narapidana kasus korupsi.
Pernyataan Jokowi mengakhiri wacana Yasonna Laoly yang dikatakan hendak merevisi PP.
Sementara pada Selasa (7/4), Yasonna lewat acara acara Indonesia Lawyers Club menjelaskan dari mana usul pembebasan napi koruptor muncul.
"Saya dikritik habis oleh banyak orang, sampai-sampai saya mengatakan belum apa-apa sudah memprovokasi, membuat halusinasi, dan imajinasi tentang apa yang belum dilaksanakan," kata Menkumham, seperti dikutip dari Tribun Jambi.
Yasonna menyayangkan tindakan masyarakat yang tidak mengkaji terlebih dahulu usulannya.
Pasalnya, menurut Yasonna, semua itu baru sekedar wacana, yang bahkan belum terlaksana dan tidak tercetus langsung dari idenya.
Lebih lanjut, Yasonna mengaku mendapat pesan dari Komisi Tinggi Untuk HAM PBB, Michelle Bachelett, Sub Komite Pencegahan Penyiksaan PBB.
PBB kata Yasonna merekomendasikan agar Indonesia membebaskan sejumlah napi yang tinggal di lapas dengan kapasitas penuh.
Yasonna juga menegaskan bahwa tak semua napi dapat dibebaskan. Ada syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum napi dapat dikeluarkan.
Sama seperti penjelasan Presiden beberapa waktu lalu, Yasonna pun mengatakan bahwa bukan hanya Indonesia yang membebaskan napi untuk mencegah Covid-19 di lapas.
Ia lantas mencontohkan Iran yang telah membebaskan 85 ribu napi, dan memberikan amnesti bagi 10 ribu tahanan politik mereka.
"Saya disurati Dubes Iran untuk membebaskan, dan memberi perhatian pada napi-napi warga negara Iran, tapi ketentuan perundang-undangan, saya tidak memungkinkan melakukan itu," kata Yasonna.
Menurut Yasonna, negara-negara yang tidakmelakukan pembebasan napi di tengah konflik Covid-19, justru mengalami kerusuhan, misalnya Thailand, Italia, dan Kolombia.
Baca Juga: Komentarnya Soal RKUHP Dikatai Bodoh Oleh Yasonna, Dian Sastro Berikan Tanggapan Menohok
"Dan setelah memerhatikan kondisi real (lapangan) di lapas kami yang sangat over kapasitas, kami berkumpul dengan teman-teman memperhatikan imbauan dari Komisioner Tinggi HAM PBB, kami berpendapat bahwa kita harus membebaskan dengan beberapa persyaratan tertentu," kata Yasonna.
Ia menegaskan dalam rapat terbatas bersama Presiden Jokowi, pihaknya tak pernah membicarakan napi koruptor untuk dibebaskan.
"Dalam Ratas ini kami bawa, presiden setuju untuk yang 30an ribu ini, kami tidak berbicara Tipikor, benar apa yang disampaikan Bapak Presiden," terangnya.
Seusai rapat dengan RI 1, Yasonna melakukan rapat dengan Komisi III DPR.
Dari situlah usulan pembebasan koruptor mulai muncul.
"Beberapa teman Komisi III, saya tidak perlu menyebutkan nama, mengatakan mengapa diskriminatif?" lanjut Yasonna.
"Mengapa (napi koruptor) tidak ikut napi yang lain (dibebaskan)?" kata Yasonna menirukan pertanyaan anggota DPR tersebut.
"Saya bilang kalau kita masuk ke napi yang tertentu, itu harus merevisi PP," terang Yasonna.
Sejak itu mulai muncul wacana pembaruan PP untuk melepaskan napi koruptor, yang oleh publik dianggap sebagai usulan Yasonna Laoly.
"Tidak ada dibicarakan, tapi ditangkap oleh publik kami akan melepaskan, napi Tipikor, dan yang lain-lain itu," kata Yasonna.
Ia menegaskan bahwa apa yang disampaikannya adalah masukkan dari anggota Komisi III DPR.
"Kalau saya mau itu (membebaskan napi Tipikor) kenapa enggak pada ratas yang sama kami satu laporan kepada Bapak Presiden, ini kita bebaskan begini, tapi kan saya harus menjawab apa yang disampaikan teman-teman di komisi III," papar Yasonna.
"Langsung kami dituduh dengan segala macam, oke itu konsekuensi dari sebuah jabatan Bang Karni, i take it (saya terima itu)," tandasnya, pasrah dengan hujatan publik kepadanya.
(*)