Sosok.ID - Virus pembawa penyakit Covid-19, dianggap makin sulit dikenali.
Pasalnya, sejumlah kasus positif virus corona justru muncul dari orang tanpa gejala (OTG).
Hal ini memunculkan kekhawatiran dunia soal adanya virus corona gelombang kedua.
Diketahui, virus corona yang mewabah awal di Wuhan, China, terus menunjukkan karakter yang berubah.
Baca Juga: Diralat Lagi! Pemerintah Terapkan Keringanan Kredit Bukan Hanya Didapat oleh Pasien Positif Corona
Diperkirakan 1 dari 4 orang yang membawa SARS-CoV-2 tidak menunjukkan gejala klinis.
Sejumlah kasus menunjukkan adanya temuan pasien positif Covid-19 yang tidak disertai gejala asimptomatik, tetapi menularkannya ke orang lain.
Hal ini membuat pandemi virus corona menjadi sangat berbahaya bagi kesehatan masyarakat global.
Melansir Science Alert via Kompas.com, Pembawa virus corona tanpa gejala ini, kata Direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), Robert Redfield, kemungkinan berkontribusi besar pada penyebaran cepat virus corona di seluruh dunia.
Negara-negara yang melaporkan kasus infeksi tanpa gejala ini antara lain Amerika Serikat, China, Jepang, dan Singapura.
Adapun pemerintah Indonesia melaporkan, sebanyak 70 persen individu yang positif Covid-19 tidak menunjukkan gejala kesehatan.
Juru bicara pemerintah untuk penanganan virus corona Achmad Yurianto pun meminta masyarakat untuk lebih waspada dan hati-hati.
"Hati-hati, sekarang gambaran yang terbanyak hampir sekitar di atas 60 persen atau ada yang mengatakan sampai 70 persen penderita positif Covid-19 ini tanpa gejala atau kita sudah mengenal dengan sebutan OTG yakni orang tanpa gangguan," ujar Yuri dalam konferensi pers di Graha BNPB, Senin (6/4), dikutip dari Kompas.com.
Yuri menjelaskan, mereka yang tak mengalami gejala bisa saja merasa tubuhnya baik-baik saja karena tak menemukan adanya gangguan.
"Atau bahkan dengan gangguan minimal, karenanya disebut tanpa gejala. Itu kemudian bisa menjadi potensi untuk terjadinya sumber penyebaran baru," lanjutnya.
Oleh karenanya Yuri menyarankan agar masyarakat tidak pulang kampung.
Sebab perjalanan panjang akan memunculkan potensi penularan yang lebih besar.
"Selalu kami katakan bahwa risikonya terlalu tinggi kalau kita harus bepergian dalam situasi yang seperti ini. Karena ada perjalanan panjang yang kita lakukan. Sangat mungkin akan ketemu dengan banyak orang, kemudian memunculkan risiko-risiko yang lebih besar," tambah Yuri
Sebelumnya, pada Sabtu (4/4/2020), pemerintah telah melihat adanya sebaran Covid-19 dari mereka yang tak menunjukkan gejala.
Orang tanpa gejala dianggap lebih mengkhawatirkan karena tanpa sadar ia akan membawa virus tersebut berpindah-pindah mengikuti inangnya.
Potensi penyebaran dimulai dari pergerakan tersebut, dimana individu tertentu bahkan tidak sadar telah menginfeksi individu lain.
"Sebaran kasus baru muncul akibat pergerakan orang tanpa gejala (OTG) yang berasal dari kota-kota besar tempat ditemukannya jumlah penularan tertinggi Covid-19. Lalu mereka menularkan ke warga sekitar (daerah tujuan)," jelas Yuri.
Yuri menegaskan, tinggal di rumah adalah satu-satunya solusi jika ingin memutus rantai sebaran virus corona jenis baru ini.
"Tinggal di rumah adalah jawaban satu-satunya yang paling benar. Bepergian ke kampung, ke rumah saudara, atau ke tempat lain sebaiknya tidak dilakukan dulu," tegas Yuri.
Keberadaan bayang-bayang OTG harus diwaspadai. Sebab kita tidak tahu apakah seseorang yang berkontak dekat dengan kita benar-benar bersih dari infeksi atau tidak.
"Kita masih tetap mewaspadai adanya penularan yang terjadi di lingkungan masyarakat. Ini disebabkan masih adanya kasus positif Covid-19 tanpa keluhan yang berada di tengah-tengah kita," kata Yuri.
Melakukan social distancing dan physical distancing dengan jarak minimal 2 meter juga harus ditegakkan.
Jika kesadaran individu tentang bahaya penyebaran virus corona kurang, maka Indonesia akan dikejutkan dengan lonjakan kasus.
"Di satu sisi orang tersebut tidak mengalami keluhan apapun dan kemudian di sisi lain banyak masyarakat yang masih belum melaksanakan ketentuan jaga jarak dengan benar. Itulah yang menjadi kekhawatiran kita bahwa penularan masih terus berlangsung," tandasnya. (*)