Cegah Penyebaran Virus Corona, Yasonna Laoly Wacana Bakal Bebaskan Koruptor, Pakar Antikorupsi UGM: Jangan Dibuat Persyaratan yang Mudah

Kamis, 02 April 2020 | 12:45
KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO

Demi Cegah Penyebaran Virus Corona, Yasonna Laoly Berencana Bakal Bebaskan Koruptor, Pakar Antikorupsi UGM: Jangan Dibuat Persyaratan yang Mudah

Sosok.ID - Belum lama ini publik dikejutkan dengan wacana Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna Laoly yang berencana membebaskan koruptor dari penjara.

Wacana Menkumham Yasonna Laoly membebaskan koruptor ini bertujuan untuk mencegah penyebaran virus Corona di dalam penjara.

Wacana pembebasan koruptor dengan kriteria ketat yang dicanangkan oleh Menkumham Yasonna Laoly ini pun sempat mendapatkan beragam reaksi dari masyarakat.

Diketahui, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mewacanakan pembebasan sebagian narapidana kasus korupsi untuk mencegah penyebaran Covid-19 di dalam penjara.

Baca Juga: Parno Setengah Mati dengan Jenazah Pasien Positif Virus Corona, Warga Kampung Ini Tolak Prosesi Pemakaman, Tenaga Medis dan Aparat Sampai Dilempari Batu

Untuk mewujudkan wacana itu, ia berencana merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

Sebab, napi koruptor yang tata laksana pembebasannya diatur lewat PP, tidak bisa ikut dibebaskan bersama 30.000 napi lainnya.

"Karena ada beberapa jenis pidana yang tidak bisa kami terobos karena Peraturan Pemerintah Nomor 99/2012," kata Yasonna dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR yang digelar virtual, Rabu (1/4/2020).

Sebelumnya, Yasonna menerbitkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 10 Tahun 2020 dan Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.HH-19.PK/01.04.04 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak Melalui Asimilasi dan Integrasi dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19.

Baca Juga: Pengusaha Lain Merugi di Saat Wabah Virus Corona, Miliarder Ini Malah Tambah Kaya, Ternyata Ini Penyebabnya!

Dalam kepmen tersebut dijelaskan bahwa salah satu pertimbangan dalam membebaskan para tahanan itu adalah tingginya tingkat hunian di lembaga pemasyarakatan, lembaga pembinaan khusus anak, dan rumah tahanan negara.

Hal itu membuat lapas dan rutan rentan terhadap penyebaran virusCorona.

Namun, napi khusus kasus korupsi tidak bisa ikut dibebaskan karena terganjal PP Nomor 99 Tahun 2012. Itulah sebabnya Yasonna ingin PP tersebut direvisi.

"Perkiraan kami bagaimana merevisi PP 99/2012 tentu dengan kriteria ketat sementara ini," ujarnya.

Baca Juga: Kabar Gembira, Peneliti IPB dan UI Telah Temukan Senyawa Antivirus Corona dari Bahan Alami, Sebut Konsumsi Jambu Biji Dapat Cegah Covid-19

Kriteria ketat yang dimaksud yakni, asimilasi hanya diberikan kepada napikorupsi denganberusia di atas 60 tahun dan telah menjalani 2/3 masa pidana yang jumlahnya sebanyak 300 orang.

Yasonna mengatakan, usulan revisi PP Nomor 99 Tahun 2012 ini bakal disampaikan kepada Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas (ratas).

"Kami akan laporkan ini di ratas dan akan kami minta persetujuan presiden soal revisiemergencyini bisa kita lakukan," kata Yasonna.

Jangan abaikan aspek keadilan

Menanggapi wacana Yasonna tersebut, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengingatkan, aspek tujuan pemidanaan dan keadilan tidak boleh diabaikan, meskipun pembebasan narapidana dengan alasan kemanusiaan dapat dilakukan.

Baca Juga: Berani 'Colek' Gangster Narkoba, Tubuh Polisi Ini Dibabat 155 Peluru hingga Tewas Mengenaskan

"Itu yang saya garis bawahi, asal tetap memperhatikan aspek tujuan pemidanaan dan berkeadilan.

Ini kan bukan remisi kondisi normal, ini respons kemanusiaan sehingga kacamata kemanusiaan itu yang dikedepankan," kata Ghufron kepada wartawan, Rabu.

Ghufron mengatakan, KPK akan menyerahkan mekanisme revisi PP tersebut kepada Kemenkumham.

Kendati demikian, KPK juga akan memberikan koridor agar revisi PP tidak mengabaikan aspek tujuan pemidanaan dan keadilan.

Baca Juga: Kelimpungannya AS Hadapi Corona Walau Dicap Sebagai Negara Adidaya, Para Gelandangan Disana Disuruh Tidur di Tempat Parkir

Menurut Ghufron, para narapidana kasus korupsi tetap perlu diperhatikan selayaknya manusia dalam hal pencegahan penularan Covid-19.

"Bukan mendukung atau tidak, ini memahami dan respons terhadap penularan virus Covid-19, itu intinya, dengan pertimbangan kemanusiaan bahwa mereka juga manusia yang masih memiliki hak dan harapan hidup," kata Ghufron.

Secara terpisah, plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menambahkan, wacana revisi PP tersebut harus dikaji secara matang dan jangan sampai memberikan jalan pintas bagi para koruptor untuk menghirup udara bebas.

KPK, kata Ali, tidak pernah dimintai pendapat tentang substansi dari materi yang akan dimasukan dalam perubahan PP tersebut.

Baca Juga: Bikin Sobat Miskin Menjerit, Ingin Santap Hidangan Spesial dengan Irwan Mussry Tapi Sedang Isolasi Diri, Maia Estianty Undang Chef Bule untuk Masak di Dapur Mewahnya

"KPK berharap jika dilakukan revisi PP tersebut tidak memberikan kemudahan bagi paranapikoruptor, mengingat dampak dan bahaya dari korupsi yang sangat merugikan negara dan masyarakat," kata Ali.

Tidak signifikan

Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi UGM Zaenur Rohman menilai pembebasan napi kasus korupsi tidak akan berpengaruh banyak untuk menekan jumlah penghuni penjara dan mencegah penyebaran Covid-19.

"Untuk tindak pidana korupsi menurut saya jangan dibuat persyaratan yang mudah.

Kenapa? karena dilihat dari data, warga binaan tindak pidana korupsi itu sangat kecil sehingga tidak signifikan sebagai pengurang jika mereka dikeluarkan," kata Zaenur.

Baca Juga: Terawangannya Selalu Akurat, Orang Indigo Ini Sebut Leluhur Telah Prediksi Datangnya Wabah Seperti Covid-19 Dibawa Sosok Negatif, Ini Penjelasannya!

Zaenur berpendapat, kebijakan Kemenkumham mengeluarkan sejumlah narapidana dari lembaga pemasyarakat untuk mencegah penyebaran Covid-19 itu memang layak didukung.

Namun, ia mengingatkan, narapidana kejahatan sangat serius seperti kasus korupsi, terorisme, dan narkotika seharusnya tidak disamakan dengan narapidana tindak pidana umum.

"Menurut saya yang harus diutamakan untuk tindak pidana yang tidak serius, tidak serius itu contohnya tindak pidana yang tidak ada korbannya seperti perjudian atau juga tindak pidana sejenis,itu harus dijadikan sebagai prioritas untuk dikeluarkan," ujar Zaenur.

Sementara itu, menurut Zaenur, pembebasan narapidana kasus korupsi, terorisme, dan bandar narkoba, harus melalui syarat yang lebih ketat.

Baca Juga: 4 Pasien Positif Corona di Semarang Beberkan Kunci Kesembuhan Mereka

Misalnya, hanya diberikan bagi mereka yang mempunyai risiko kesehatan.

"Kalau ada warga binaan tindak pidana korupsi yang mempunyai risiko kesehatan tinggi, atas nama kemanusiaan bisa kemudian untuk digunakan mekanisme pembebasan bersyarat dengan alasan darurat kesehatan seperti ini," kata Zaenur.

KPK sebelumnya telah membuat kajian terkait layanan di lembaga pemasyarakatan yang menyoroti masalah overkapasitas di lapas.

Salah satu rekomendasi yang disampaikan KPK adalah memberi remisi bagi para pengguna narkoba mengingat nyaris separuh penghuni lapas dan rutan terkait dengan kasus narkoba.

Baca Juga: Kerasnya Kartel Narkoba Meksiko, Berondong Peluru Anggota Polisi Karena Menangkap Anak Sang Bos Besar

Sementara, dalam wacana revisi PP Nomor 99 Tahun 2012, Yasonna tidak hanya mengusulkan asimilasi bagi para koruptor melainkan juga napi kasus narkotika, napi asing, dan napi tindak pidana khusus yang dinyatakan sakit kronis.

Yasonna menuturkan, asimilasi bagi napi narkotika akan diberikan bila memenuhi kriteria masa pidana 5-10 tahun dan telah menjalani 2/3 masa pidananya.

Ia memperkirakan ada 15.422 napi narkotika yang memenuhi syarat tersebut untuk diberikan asimilasi.

Selanjutnya, pemberian asimilasi terhadap napi tindak pidana khusus (tipidsus) yang dinyatakan sakit kronis oleh dokter pemerintah dan telah menjalani 2/3 masa pidana berjumlah 1.457 orang. (Ardito Ramadhan)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: Wacana Yasonna Bebaskan Koruptor untuk Cegah Covid-19 di Penjara

Editor : Tata Lugas Nastiti

Baca Lainnya