Ucapkan Selamat Tinggal pada Istilah Negara Berflower, Amerika Sudah Coret Indonesia dari Daftar Negara Berkembang dan Masukkan RI dalam Daftar Negara Maju, Begini Penjelasannya

Minggu, 23 Februari 2020 | 07:45
Pixabay

Ilustrasi negara maju

Sosok.id - Selama ini Indonesia dikenal sebagai negara berkembang.

Baru-baru ini, warganet yang kreatif mengganti istilah tersebut dengan 'Negara Ber-flower".

Kata flower sendiri merupakan kata dari bahasa Inggris untuk menyebut kembang atau bunga dalam bahasa Indonesia.

Namun, kini istilah tersebut tampaknya tak bisa lagi digunakan karena Amerika Serikat telah mencoret Indonesia dari daftar negara berkembang.

Baca Juga: Cicinnya Hilang di Amerika Serikat 47 Tahun yang Lalu, Wanita Ini Temukan Barang Berharganya Itu di Kawasan Hutan di Finlandia, Begini Kronologinya!

Sebagai gantinya, negara kita dimasukkan dalam daftar negara maju.

Melansir dari Kontan.co.id, kebijakan tersebut tela dikeluarkan oleh AS pada 10 Februari 2020 lalu.

Tentunya kebijakan tersebut memberikan dampak kepada Indonesia.

Pencoretan tersebut memberikan pengaruh terhadap perlakuan berbeda dan spesial dalam perdagangan.

Baca Juga: Buntut Bombardir Rudal Iran di Irak, Lebih dari 100 Tentara AS Didiagnosis Cedera Otak Traumatis Meski Donald Trump Sempat Klaim: Tak Ada Orang Amerika yang Dirugikan

Yakni, pada batasan minimum (deminimis tresholds) untuk marjin subsidi agar penyelidikan bea masuk anti subsidi (BMAS) selesai.

Di mana batasan minimum tersebut menjadi semakin kecil.

"Marjin subsidi agar suatu penyelidikan anti-subsidi dapat dihentikan berkurang menjadi sama dengan 1% dan bukan sama dengan 2%," ujar Direktur Pengamanan Perdagangan, Kementerian Perdagangan, Pradnyawati saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (21/2).

Bukannya tanpa alasan, AS menetapkan Indonesia sebagai negara maju karena beberapa pertimbangan.

Baca Juga: Bukan Soleimani, Ternyata Ini Target Pasukan Militer Amerika, Abdul Reza Shahlai, Sepak Terjangnya Bikin AS Gemetar!

Selain Indonesia, AS juga mencoret beberapa negara lain dari preferensi khusus dalam daftar anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Yakni, Brazil, India, dan Afrika Selatan.

Pernyataan tersebut dikeluarkan oleh Kantor Perwakilan Perdagangan AS (USTR).

Meansir dari Kompas.com, pengamat perdagangan Xue Rongjiu mengatakan, pengumuman tersebut telah merusak otoritas sistem perdagangan multilateral yang selama ini terjalin dengan baik.

Baca Juga: Tak Jadi Perang? Donald Trump Menarik Diri dari Peluang Perang dengan Iran karena Hal Ini, Presiden AS : Amerika Siap untuk Mengumandangkan Perdamaian

"Tindakan unilateralis dan proteksionis seperti itu telah merugikan kepentingan China dan anggota WTO lainnya," kata Xue, dikutip dari The Star Online via Kompas.com, Sabtu (22/2/2020).

Sementara itu, USTR merevisi metodologi negara berkembang untuk investigasi atas bea terhadap impor.

Sebab, metodologi yang disusun pada 1988 itu dianggap telah usang.

Untuk melakukan pembaharuan, USTR telah mempertimbangkan beberapa faktor ekonomi dan perdagangan.

Baca Juga: Ngaku Jadi Miliuner di Amerika Serikat, Teddy Pakai Taktik Ini untuk Pincut Hati Lina di Belakang Sule, Mantan Istri Teddy: Siapa sih Perempuan yang Nggak Kaget?

Faktor tersebut juga mencakup tingkat perkembangan ekonomi suatu negara dan perannya dalam perdagangan dunia.

Contohnya, negara-negara berkembang dengan pangsa 0,5 persen atau lebih dari perdagangan dunia dianggap sebagai negara maju.

Menurut aturan tahun 1988, ambangnya 2 persen atau lebih.

Sementara itu, pengamat perdagangan Tu Xinquan mengatakan, aturan dan mekanisme WTO harus lebih ditingkatkan.

Baca Juga: Skenario Perang Iran Vs Amerika, Negeri Ayatollah Khamenei Bakal Andalkan 'Si Kucing Gurun' untuk Lawan Jet Tempur Siluman F-35

Pasalnya, banyak negara berkembang yang memahami dan memanfaatkan aturan dengan cara yang berbeda.

Hal tersebut tidak dapat diatasi menggunakan mekanisme negosiasi saat ini.

Tu menjelaskan, reformasi WTO ini juga bisa mendorong negara lain untuk mengatasi masalah subsidi pertanian, hambatan perdagangan pertanian, pembatasan ekspor teknologi untuk memenuhi tanggung jawab mereka.

Sementara itu, menanggapi hal tersebut, Indonesia menyebut pencabutan itu dinilai tidak berdasar.

Baca Juga: Menang Rp 28 Miliar di Amerika, Raja Judi Asal Indonesia Ini Tak Tertarik Gunakan Uangnya untuk Foya-foya, Janji Bakal Dirikan Pengobatan Gratis Saat Pulang Kampung Nanti

(*)

Editor : Dwi Nur Mashitoh

Sumber : Kompas.com, Kontan.co.id

Baca Lainnya