Prasasti Keraton Agung Sejagat Saja Sudah Nyeleneh Maknanya, Ada Lambang Sperma Hingga Buat Takut Anak-anak yang Pergi Ngaji

Kamis, 16 Januari 2020 | 16:40
Tribun Jateng

Batu Prasasti Kerajaan Agung Sejagat yang diklaim berasal dari zaman Majapahit.

Sosok.ID- Heboh kKeraton Agung Sejagat.

Pasalnya pihak Keraton Agung Sejagat mengaku mempunyai kekuasaan di seluruh dunia.

Namun tak lama kemudian Keraton Agung Sejagat runtuh usai 'Raja dan Ratu' dicokok pihak kepolisian.

Bahkan keberadaan batu prasasti Keraton Agung Sejagat (KAS) dengan berbagai macam simbol dan tulisan yang terukir di permukaannya ikut ramai dibicarakan.

Banyak yang penasaran dengan arti ukiran-ukiran simbol dan tulisan yang terukir pada permukaan prasasti tersebut.

Makna batu prasasti atau ukiran batu di Kerajaan Keraton Agung Sejagat (KAS) atau Kerajaan Agung Sejagat Purworejo dijelaskan oleh pembuatnya yakni Empu Wijoyo Guno.

Baca Juga: Tinggal Tulang Belulang Dibalut Jas Hujan Ponco, Warga Geger Temukan Kerangka Manusia dalam Posisi Duduk, Polisi: Hanya Menyisakan Rambut

Empu Wijoyo Guna adalah orang yang mengukir batu berukuran kurang lebih tinggi 1,5 meter.

Pada batu tersebut terdapat beberapa ukiran dan tulisan yang menurut Empu Wijoyo mempunyai maknanya.

"Tulisan Jawa itu artinya adalah Bumi Mataram Keraton Agung Sejagad," katanya kepada Tribunjateng.com, Selasa (14/1/2020).

Mataram sendiri adalah 'Mata Rantai Manusia'.

Baca Juga: Kalah Rebutan Janda dengan Ayah Sendiri, Pria di Balikpapan Nekat Tikam sang Wanita Pujaan Hingga Tewas di Siang Bolong: Pilih Bapak Atau Aku!

TRIBUNJATENG/Permata Putra Sejati
TRIBUNJATENG/Permata Putra Sejati

Diukir oleh Pekerja Serabutan, Prasasti Keraton Agung Sejagat Selalu Dibungkus Kain Putih dan Penuh Sesaji, Bikin Takut Anak-anak yang Ingin Berangkat Ngaji Malam-malam

"Maknanya alam jagad bumi ini adalah mata rantai manusia yang bisa ditanami apapun.

Intinya segala macam hasil bumi adalah mata rantai manusia atau Mataram," ungkapnya.

Wijoyo menjelaskan jika pada batu terukir gambar Cakra yang menggambarkan waktu dan kehidupan manusia.

Sedangkan di dalam cakra itu terdapat 9 dewa.

Ada pula ukiran Trisula yang menurutnya memiliki makna keilmuan.

Kemudian ada gambar telapak kaki yang bermakna sebagai tetenger atau penanda.

"Telapak kaki ini artinya adalah jejak atau petilasan. Kaki itu adalah tetenger kaisar," jelasnya.

Baca Juga: Dijodohkan Keluarga dan Keceplosan Bilang Pernah Main Tinder, Via Vallen Gelagapan Buru-Buru Koreksi Ucapannya

Wijoyo mengaku mengukir batu prasasti milik kerajaan Keraton Agung Sejagat (KAS) hanya dalam waktu 2 minggu.

Batu tersebut diukir sekitar 3 bulan yang lalu.

Fungsinya batu adalah sebagai penanda atau prasasti.

Baca Juga: Awasi Sikap Anak Anda, Berkaca dari Kasus Reynhard Sinaga, 6 Ciri Ini Bisa Menunjukkan Anak Jadi Psikopat Saat Dewasa

Menurut Empu Wijoyo, tulisan Jawa yang tertera pada batu memiliki arti sebuah pertanda bahwa ini adalah soko atau kaki atau tanda peradaban dimulai.

"Kerajaan ini adalah kerajaan dengan sistem damai. Artinya tanpa perang, berkuasa, oleh karena itu ditandai dengan deklarasi perdamaian dunia," katanya.

Seperti halnya punggawa-punggawa lainnya, Wijoyo menjelaskan jika kekuasaan seluruh dunia berada di bawah naungan KAS.

"Negara-negara di dunia adalah fasal-fasal atau menjadi bagian dari kami.

Mataram itu di semua negara ada. Mataram maksudnya adalah nama 'Mata Rantai Manusia'. Di mana ada kehidupan di situ ada bumi," ujarnya.

Baca Juga: Proses Pengadilannya Tak Diketahui Media, Alexandra Gottardo Resmi Diceraikan Sang Suami, Hak Asuh Anak Jatuh ke Tangannya

TRIBUNJATENG/Permata Putra Sejati
TRIBUNJATENG/Permata Putra Sejati

Batu prasasti dijadikan sebagai objek selfie dan keramaian pengunjung di Kerajaan Keraton Agung Sejagat (KAS) Purworejo, Jawa Tengah, pada Selasa (14/1/2020).

Konteks yang dijelaskan oleh Wijoyo sama sekali tidak ada hubungannya dengan kerajaan Mataram.

Dia sendiri hanyalah sebatas empu atau tukang, sehingga konsep itu sendiri berasal dari Sinuhun Totok Santoso Hadiningrat.

Pada batu itu terdapat pula logo ukiran simbol siang atau malam, hitam atau putih, atau juga sperma, yang melambangkan kehidupan.

Ada pula gambar simbol dua macan sebagai simbol penjaga serta ukiran empat penjuru mata angin, dan logo kerajaan Majapahit.

Baca Juga: Ditelanjangi Orang Tuanya dan Disekap Dalam Kandang Ayam, Bocah 13 Tahun di Jember Berhasil Kabur Lompati Pagar Setinggi 3 Meter, Minta Tolong Tetangga dengan Kondisi Kaki Diborgol

Pada bagian bawah batu ada gambar baruna naga yang artinya lautan.

Dia sebelum ikut menjadi punggawa atau anggota KAS memang berprofesi sebagai tukang relief yang sering membuat pahatan.

"Saya kerja serabutan, tapi kanjeng Sinuhun yang meminta saya membuatkan ukiran ini sehingga saya membuat, soal design berasal dari Sinuhun itu sendiri," ungkapnya.

Dibungkus kain putih

Batu tersebut memiliki ukiran tulisan Jawa.

Namun demikian, keberadaan batu besar membuat sejumlah warga merasa takut dan heran sekaligus penasaran.

"Batu besar kala itu datang sekira pukul 03.00 WIB pagi.

Baca Juga: Hidup Kerdil Bertahun-Tahun Hanya Makan Nasi dan Cabe Demi Selamatkan Nyawa Saudaranya, Wanita Berhati Mulia Ini Meninggal Dunia

Saya melihat ternyata sudah dibungkus kain kafan (kain putih) seperti kain mori," ujar Sumarni kepada Tribunjateng.com, Senin (13/1/2020).

Di sekitar batu itu tidak lupa ada berbagai macam sesaji dan dupa-dupa.

Selain itu, para pengikut pada waktu Subuh sudah hadir dan menghadap ke selatan seperti seakan memuja batu besar tersebut.

Baca Juga: Muncul Secara Misterius, Batu Besar yang Diklaim Sebagai Prasasti Keraton Agung Sejagat Dipercaya Punya Kekuatan Mistis, Buat Beberapa Orang Kesurupan Saat Proses Pemindahan

"Otomatis anak-anak kecil yang pada melihat merasa ngeri saat itu, bahkan membuat anak-anak malam harinya yang biasanya berangkat mengaji merasa takut dan tidak mengaji," imbuhnya.

Ketika ditanya kenapa anak-anak itu hanya bisa menjawab takut dan menganggap batu itu hidup.

Karena menyita perhatian, Sumarni (56) akhirnya sempat menegur dan meminta menurunkan kain kafan tersebut.

Puncaknya adalah pada saat kirab, dan dua hari sebelumnya melakukan gladi bersih.

"Mereka itu sempat menggunakan pengeras suara saat ada adzan maghrib," terangnya.

Sumarni sudah memeringatkan dan membuat surat yang pada intinya adalah meminta mereka menghentikan berbagai macam aktifitas saat adzan dan ibadah.

Kedua adalah tidak melakukan aktifitas yang mengganggu warga saat saat istirahat.

Ketiga, adalah membersihkan lingkungan warga dari sesaji-sesaji.

"Itulah tuntutan warga dan yang jelas kami tidak ingin terganggu dengan mereka yang datangnya berbondong-bondong.Terutama yang disesalkan adalah sesaji," pungkasnya.

Artikel ini sudah tayang di Tribun Jateng dengan judul: Makna Ukiran Batu di Kerajaan Agung Sejagat Menurut Empu Wijoyo, Dunia di Bawah Naungan KAS

(*)

Editor : Seto Ajinugroho

Sumber : Tribun Jateng

Baca Lainnya