Sosok.ID - Mungkin bagi Mama Maria, seorangg ibu asal Dusun Kloang Aur, Flores NTT tak ada yang bisa menandingi rasa sedihnya ditinggal sang suami selama bertahun-tahun.
Ditinggal suami selama 6 tahun tanpa dinafkahi membuat Mama Maria terpaksa harus rela kerja banting tulang menjadi tulang punggung keluarga.
Demi menghidupi anak-anaknya, Mama Maria rela hidup hanya dengan mengkonsumsi ubi dan tinggal di dalam gubuk reyot yang hampir rubuh.
ya, kisah ketegaran Mama Maria ini pertama kali berawal ketika sang suami, Fransiskus Borgias pergi merantau ke Kalimantan 6 tahun silam.
Berdasarkan cerita Mama Maria, kepergian suaminya ini bertujuan untuk memperbaiki ekonomi keluarga.
Namun 6 tahun berlalu, Fransiskus Borgias tak juga pulang ke rumah atau memberi kabar.
Semenjak kepergiannya merantau ke Kalimantan sampai detik ini Fransiskus Borgias menghilang bak ditelan bumi.
Bukan hanya tak memberi kabar, sang suami juga tak pernah lagi mengirim uang kepada keluarga di Flores, NTT.
Kini hanya rasa sedih dan sakit hati yang dirasakan Mama Maria jika membicarakan sosok sang suami.
Mama Maria pun tak kuasa menahan air mata saat teringat kepergian suaminya tersebut.
"Suami saya pergi merantau 6 tahun yang lalu. Tetapi tidak pernah kirim uang untuk kami.
Untuk kasih kabar melalui telepon pun tidak.
Dulu dia jalan supaya bisa perbaiki rumah dan ekonomi keluarga," ungkap Maria sambil menangis seperti yang dikutip Sosok.ID dari Kompas.com
Wanita yang memiliki nama lengkap Maria Da Silva ini pun akhirnya harus bekerja banting tulang demi menafkahi kedua anak-anaknya.
Pengorbanan yang ia lakukan untuk menjadi tulang punggung keluarga pun tak bisa dipandang sebelah mata.
Demi menafkahi kedua anaknya yang masih duduk di bangku sekolah, wanita yang tinggal di Dusun Kloang Aur, Desa Watu Diran, Kecamatan Waigete, Kabupaten Sikka, Flores, NTT tak sungkan mencari pekerjaan meski diberi upah per hari.
Upah yang ia dapatkan pun sebisa mungkin Mama Maria gunakan untuk kebutuhan kedua buah hatinya.
Mulai dari membeli beras, pakaian dan membayar uang sekolah anak.
Mirisnya, bila Mama Maria tak mendapatkan pekerjaan hari itu, ia dan kedua anaknya terpaksa hanya mengkonsumisi ubi dari kebun sendiri.
Untuk bisa beli beras, pakaian dan bayar uang sekolah anak-anak, saya harus cari kerja di orang yang upahnya per hari.
Kalau tidak ada itu, kami makan ubi dari kebun. Uang sekolah anak-anak juga sering terlambat bayar," tutur Maria sambil mengusap air matanya.
Melansir Kompas.com, tak hanya itu, rupanya gubuk tempat tinggal Mama Maria dan kedua anaknya rupanya belum juga teraliri listrik PLN.
Hal ini dikarenakan Mama Maria belum memiliki cukup biaya untuk membeli meteran listrik.
Jangankan membeli meteran listrik, memperbaiki rumah yang sudah reyot saja belum mampu.
"Rumah saja kita tidak bisa perbaiki. Apalagi mau beli meteran," lanjut Maria.
Untuk mengakali tak adanya listrik yang mengaliri rumahnya, Mama Maria hanya mengandalkan lampu minyak.
Kadang bila tak ada lampu, Mama Maria mengandalkan nyala api unggun untuk menerangi gelapnya malam.
"Kadang kalau tidak ada lampu, kami andalkan nyala api saja untuk terang saat makan malam. Anak-anak jadinya tidak bisa belajar," keluh Maria.
Kendati demikian, kedua anak Mama Maria rupanya menolak untuk menyerah karena kondisi.
Keduanya mengaku tetap rajin belajar meski terkadang harus mengandalkan penerangan dari lampu minyak.
Bahkan putri sulung Mama Maria, Maria Lanti mengaku akan terus bersekolah demi menggapai cita-citanya sebagai seorang guru.
"Saya cita-cita jadi guru. Dan mimpi saya nanti harus diwujudkan. Saya mau sekolah terus," ungkap Maria Lanti.
Terlepas dari masalah yang menimpa Mama Maria, dilansir Sosok.ID dari Kompas.com, pemerintah desa Wiran telah mengetahui kondisi dan keadaan Mama Maria.
Kepala Desa Watu Diran Maxentius Maxmulianus mengatakan, Mama Maria rencananya akan mendapatkan bantuan rumah dari pemerintah pada tahun 2020.
"Itu sudah pasti. Mereka salah satu yang dapat bantuan rumah tahun depan.
Itu nanti mulai dari bahan-bahan sampai jadi rumahnya.
Mereka terima bersih saja. Paling urus makan minum tukang saja," tukas Maxentius.
(*)