Silaban memenangi sayembara mencari arsitek Masjid Istiqlal pada Juli 1955.
Ketua juri sayembaranya Presiden Soekarno sendiri.
Dalam proses merancang Masjid Istiqlal, Silaban mengalami konflik batin.
Ia adalah seorang Kristen.
Namun, status agamanya tidak mengganjal Silaban untuk andil dalam proyek besar bangsa.
Silaban menjawab tantangan Soekarno. Ia sungguh-sungguh dan berkonsentrasi mempelajari penugasannya.
"(Silaban) mendalami berbagai berbagai hal terkait ibadah umat Islam, termasuk kegiatan berwudu, shalat berjamaah, kiblat, dan berbagai ritual khusus yang diharapkan hadir di Masjid Istiqlal," tulis Setiadi Sopandi dalam bukunya Friedrich Silaban.
Keterlibatan sentral seorang umat Nasrani dalam perencanaan masjid berskala nasional menjadi momen yang mendamaikan saat itu.
Sejak dulu hingga sekarang, media kerap menjadikan fakta ini sebagai simbol toleransi dan keberagaman.