"Setelah kirim pesan-pesan selama beberapa minggu, kita bertemu pertama kali pada hari Valentine 2016 di Princes Bridge, Melbourne," katanya.
Karena keduanya tinggal di Melbourne, komunikasi yang mereka lakukan menggunakan bahasa Inggris, namun Matthias memutuskan belajar bahasa Indonesia dengan serius.
"Motivasi saya belajar bahasa Indonesia adalah bisa berbicara dengan mertua saya dan mengikuti percakapan dalam kelompok orang Indonesia," kata Matthias yang sekarang berusia 42 tahun tersebut.
"Beberapa bulan setelah pacaran kami dimulai, saya mengambil pelajaran dalam bahasa Indonesia seminggu sekali di AIAV (Australian Indonesia Association di Victoria)."
"Mereka menawarkan kelas-kelas dalam bahasa Indonesia yang dijalankan oleh guru-guru Indonesia."
"Saat ini, saya dapat memahami 90 persen percakapan dan mungkin berbicara 70 persen."
Dengan kemampuan bahasa Indonesia yang dimilikinya, Matthias merasa lebih dekat dengan komunitas KKI (Keluarga Katolik Indonesia) di Melbourne.
Matthias bahkan menjadi prodiakon, yang mendapat tugas khusus selama misa untuk membantu pastor membagikan roti dan anggur dalam komuni.
Ia juga mengaku menjadi banyak mendapatkan informasi baru mengenai budaya dan kehidupan yang berbeda soal Indonesia dari sebelumnya saat ia dibesarkan di Jerman.
"Sebelum bertemu Eveline, saya belum pernah merayakan Imlek dan hanya tahu sedikit tentang Indonesia," katanya.