Dahi pecah-pecah, hidung berdarah atau luka di mulut.
"Jika kamu melakukan itu, kamu akan terbunuh nanti," kata keluarganya.

Wanita kantoran Jepang melepas stres dengan memukuli orang lain, bayar 1.000 yen per menit.
Meskipun mendapat tentangan besar dari keluarganya dan orang-orang di sekitarnya, Akira terus berdiri di jalan.
"Saat ini perusahaan saya hampir tutup. Karyawan meninggalkan perusahaan dan berjalan sesuai keinginan mereka. Tetap saja, saya belum ke luar dari perusahaan, jadi saya masih presiden dalam daftar. Semua utang menjadi 150 juta yen ada pada saya secara pribadi," ujarnya.
Meski belum juga bisa melunasi utang-utang yang melilitnya tersebut, Hareruya ogah melarikan diri.
"Saya hidup dengan niat untuk melunasi utang saya, bahkan jika dengan menyerahkan hidup saya. Namun, meskipun saya sendiri dapat membuat keributan tentang "membuang hidup saya", apa yang terjadi pada istri dan ketiga anak saya yang tersisa jika saya dipukuli dan mati?"
"Istri saya, yang sangat menentang memulai Nagurareya ini, tentu saja tidak pernah menginjakkan kaki di lapangan tempat saya berbisnis. Namun, pada satu titik, istri saya dibawa ke kenalan saya, seolah-olah secara paksa menemui saya. Istri saya, yang cenderung memandangi saya dari bayang-bayang ombak manusia sepanjang malam, diam-diam memanggil saya setelah urusan itu."
Sampai saat ini Hareruya tetap berusaha keras untuk melunasi utangnya meskipun di usianya yang sudah mencapai 50 tahun. (*)