Dilansir Sosok.ID dari Kompas.com, sejak dulu uang panai sendiri berlaku sebagai mahar yang jika seorang pria ingin melamar wanita idamannya.
Namun, dalam praktiknya, sering kali uang panai membebani pihak pria karena nilainya yang tak sedikit.
Pasalnya, uang panai itu digunakan sebagai syarat adat untuk membiayai pesta perkawinan yang tentunya tidak sedikit.
Bahkan, uang panai bisa mencapai miliaran rupiah.
Sementara itu, untuk jumlahnya sendiri,uang panai ditentukan berdasarkan strata sang wanita, mulai dari kecantikan, keturunan bangsawan, pendidikan, hingga pekerjaannya.
Semakin tinggi nilai-nilai itu, maka akan semakin besar pula uang panai yang dibebankan kepada mempelai pria.
Sebagai contoh, jika gadis yang dilamar adalah lulusan SMA, maka uang panai yang diberikan akan lebih sedikit dari gadis yang memiliki gelar sarjana strata satu.
Apabila untuk melamar gadis lulusan SMA dibebani mahar Rp 50 juta, maka uang panai untuk gadis lulusan S1 bisa mencapai Rp 75 juta atau bahkan Rp 100 juta.
Kendati demikian, uang panai masih bisa didiskusikan oleh masing-masing keluarga calon pengantin.
Menurut Budayawan Sulawesi Selatan sekaligus Dosen Universitas Hassanudin, Nurhayati Rahman, ada pula yang memutuskan untuk kawin lari karena tak sanggup membayar uang panai.