Pada kenyataanya, Timor Leste hampir seluruhnya bergantung pada pendapatan minyak bumi, yang telah melewati masa puncaknya tahun 2012.
Ladang minyak Bayu-Undang yang dioperasikan oleh perusahaan ConocoPhilips, awalnya menyediakan sekitar 20 miliar dollar AS selama 10 tahun terakhir.
Tetapi ladang ladang minyak itu mulai surut, dan diperkirakan akan mengering tahun 2022.
Meski demikian, menurut Bank Dunia dan IMF, menggambarkan prospek cerah bagi Bumi Lorosae, namun tampaknya perkiraan itu tidak seperti fakta yang terlihat saat ini.
Seperti yang dikatakan aktivis Timor Leste La'o Hamutuk, Timor Leste memiliki pendapatan yang terbatas, pengeluaran negara yang mengancam, dan harus melakukan penghematan dalam 10-12 tahun.
Meski disoroti La'o Hamutuk, pemerintah itu memilih aspek terbaik dari laporan Bank Dunia dan IMF, mengabaikan peringatan mengerikan tentang disversifikasi ekonomi untuk jangka menengah.
Sementara para ahli lain mengatakan, pengeluaran anggaran negara hampir menyentuh 2 miliar dollar AS tahun 2021.
Digunakan untuk rencana besar-besaran mega proyek minyak bumi, menurut sebagian para ahli hal itu tidak layak secara ekonomi.
Secara keseluruhan Timor Leste mulai mengincar ladang baru, dan gas Greater Sunrise yang dioperasikan Woodside di Laut Timor melintasi dasar laut Australia menimbulkan perselisihan yang belum terselesaikan.
Australia dengan Timor Leste berselisih mengenai batas maritim, untuk mengembangkan Greater Sunrise yang berbasis di Perth Woodside dan mitra Conoco Philips dan Osaka Gas, memiliki rencana yang dipestieskan.