"Akhirnya jadi percakapan di pingggir jalan, percakapan orang yang tidak berkualitas.
"Jadi orang bodoh itu, tidak hanya di istana, tapi juga dipinggir jalan karena tidak berkualitas. Inilah problem kita, harusnya ada otoritas yang memperbaiki terminologi di sosial media," katanya.
Ia pun meminta agar orang-orang tak tersulut sosial media, dan memahami pengertian terminologi dinasti politik sebenarnya.
Sebab jika tidak ada pemahaman, Fahri khawatir polemik dinasti politik akan menguras energi bangsa untuk sebuah perdebatan yang tidak perlu dilakukan.
"Jadi cara berpikirnya harus berdasarkan pada teks dan dasar pengertiannya harus teoritis.
"Jadi jangan karena kemarahan kepada seseorang (Jokowi), lalu mencomot terminology yang tidak bisa kita pertanggungjawabkan dihadapan dunia akademik dan juga dihadapan Allah SWT," pungkasnya. (*)