Sebab, PK Ojong tiba-tiba meninggal dunia dalam tidurnya pada tahun 1980.
Hal itu membuat Jakob Oetama harus memikul dua beban sekaligus dalam mengurus Kompas Gramedia.
“Saya harus tahu bisnis. Dengan rendah hati, saya akui pengetahuan saya soal manajemen bisnis, nol!
"Tapi saya merasa ada modal, bisa ngemong! Kelebihan saya adalah saya tahu diri tidak tahu bisnis," kenang Jakob Oetama, seperti dikutip Sosok.ID dari Kompas.com.
Justru kerendahan hati karena tak mengerti bisnis itu lah yang membuat Jakob Oetama mampu mengembangkan Kompas Gramedia hingga sebesar sekarang.
Kerendahan hati itu pula yang membuat seorang Jakob Oetama tak merasa jemawa atas apa yang sudah ia capai.
Ia tidak pernah merasa kaya di antara orang miskin, juga tidak merasa mskin di antara orang kaya.
"Jakob Oetama adalah legenda, jurnalis sejati yang tidak hanya meninggalkan nama baik, tetapi juga kebanggaan serta nilai-nilai kehidupan bagi Kompas Gramedia.
"Beliau sekaligus teladan dalam profesi wartawan yang turut mengukir sejarah jurnalistik bangsa Indonesia.
"Walaupun kini beliau telah tiada, nilai dan idealismenya akan tetap hidup dan abadi selamanya," kata Corporate Communication Director Kompas Gramedia Rusdi Amral, dalam press release yang diterima Sosok.ID.