Ia asli Lombok, NTB. Merantau ke Bali pada 1997 dengan berbekal beragam kesaktian, mulai kebal bacok, hingga anti bengep, ia dapatkan dari dukun dukun di daerahnya.
"Tahun 1997, saya sampai di Bali," ia mengisahkan.
Pertarungan demi pertarungan ia lakoni di kerasnya kehidupan kota besar untuk mencari nama dan ‘mengibarkan bendera’.
Hingga ia menjadi bartender di hotel bintang lima di Kuta, Bali.
Beragam jenis miras, ia rasakan. Maklum, ahli peracik miras yang levelnya bisa diadu.
"Saya waktu itu, tiada hari tanpa mabuk," ucapnya.
Sadisnya, berkutat di dunia gemerlap, ia pun nyaris tiap hari berhubungan seksual dengan beragam wanita. Baik dari dalam dan luar negeri. Ini juga menjadi bagian dari ritual kesaktiannya.
"Astaghfirulloh, bejat sekali saya waktu itu. Dan itu membuat murka Tuhan, bahkan terlarang di agama saya terdahulu. Entah berapa ratus wanita saya tiduri," tiba-tiba matanya sayu tatkala mengingat jejak jejaknya itu.
Tetiba ia diam tercekat, matanya nanar menerawang jauh di garis cakrawala laut itu. Tampak sekali penyesalannya. Diam, membisu.
Di sudut matanya, tertahan air yang hendak runtuh. Tercekat.