Sosok.ID - Hidup harmonis sebagai pasangan suami istri adalah kisah yang didamba-dambakan setiap orang.
Tak jarang, demi mengikat mahligai rumah tangga yang unik dan romantis, pasangan suami istri akan memberikan panggilan sayang kepada kekasihnya.
Namun bagaimana jika panggilan sayang tersebut malah membuat kita lupa nama asli pasangan kita?
Terdengar tidak mungkin, tetapi hal itu benar terjadi.
Sebuah kisah menggelitik datang dari Desa Baru Semerah, Kecamatan Tanco, Kabupaten Kerinci, Jambi.
Melansir Tribun Jambi, kisah itu terbongkar saat seorang ibu rumah tangga datang ke rumah kepala desa.
Ibu 48 tahun yang enggan disebutkan namanya ini bermaksud ingin mengurus surat keterangan tidak mampu (SKTM).
Oleh karenanya Pak Kades memintanya untuk mengisi sebuah blangko.
Baca Juga: Polisi Tewas Ditebas Pedang Samurai, Pelaku Nyatanya Masih Remaja Labil
Di tengah proses pengisian, sang ibu berhenti karena kebingungan.
Dia pun bertanya kepada Pak Kades untuk mendapat jawaban.
Sontak saja Pak Kades ikut bingung, sebab yang ditanyakan si ibu adalah tentang siapa nama dari suaminya.
Pak Kades yang diketahui bernama Edi Januar itu pun membeberkan kisah unik yang ditemuinya.
Menurut Edi, sang ibu dan suaminya sudah hidup berumah tangga selama belasan tahun lamanya.
"Saat saya tanya, ibu itu mengaku sejak menikah ia tidak pernah sekalipun menyebut nama suaminya," ujar Kades, dilansir dari Tribun Jambi.
Edi sembari tersenyum memberi tahu alasannya.
Sebab rupanya sang ibu selama ini punya panggilan spesial untuk kekasihnya.
"Tanpa malu-malu ibu itu mengaku bahwa di rumah dia selalu memanggil suaminya dengan sebutan Abang sayang terus," kata Edi.
Edi pun salut melihat kehidupan romantis pasangan suami istri tersebut.
Terlebih dalam hidup yang serba kekurangan, keduanya tetap menjaga cinta yang suci, meski pada akhirnya harus lupa dengan nama pasangannya sendiri.
Terkait surat SKTM sendiri, Edi menyebut bahwa hampir setiap minggu atau bahkan setiap hari, banyak warga kurang mampu yang datang mengurusnya.
Ternyata warga desa Baru Semerah, tidak ada yang bermatapencaharian sebagai pegawai negeri.
"Warga kami sehari-harinya bekerja sebagai buruh tani dan petani. Tak satu orang pun warga kami yang berprofesi menjadi PNS," tutur kades.
Menurutnya, hal itu bukan disebabkan warganya yang enggan berprofesi sebagai PNS.
Melainkan memang adanya keterbatasan pendidikan dan ekonomi yang menghambat.
"Orangnya pintar-pintar, SD sampai SMP rata-rata dapat juara kelas. Tapi pas SMA dak Ado dana untuk melanjutkan," tandas Esdi. (*)