Sebagai gantinya simbol religius itu sendiri digambarkan sebagai Manusia, Pohon dan Binatang.
Terlebih leluhur putra-putri Papua hanya mengenal warna pitih, hitam dan coklat.
Hal ini bisa ditemukan dalam ornamen ukiran, lukisan, kanvas kulit kayu, patung hingga coretan di tubuh ketika melaksanakan upacara tradisi maupun peperangan.
Apalagi ditahun Bintang Kejora dibuat oleh Belanda, belum banyak warga Papua yang (maaf) mengenakan sandang dan masih mengenakan pakaian tradisional sebagai budaya leluhur.
Jadi keberadaan kain belum dikenal luas oleh warga setempat.
Lantas seorang kakek bernama asli Papua bernama Saul Jenu memberikan kesaksiannya pada tahun 1956 ia ditahan pihak Belanda di Sorong.
Pasalnya, Saul merobek warna biru pada bendera Belanda dan mengibarkan Sang Saka Merah Putih di Hollandia (Irian Jaya).
"Saya ditahan di Sorong karena mengibarkan bendera Merah Putih"
"Ketika itu tentara Belanda bilang jikalau mau bikin bendera Merah Putih jahit sendiri tidak boleh robek bendera Belanda"
"Habis itu tentara Belanda pukul saya hingga saya punya bibir ini comat (berdarah)" ujar Saul.