Dia berkata aku ini istrinya dan anak di dalam perutku ini adalah anaknya.
Aku pernah berkata padanya, 'tidakkah kau merasa salah? Merawat bayi yang bukan darah dagingmu?'
Ia lalu memandangku, memegang tanganku dan berkata 'bayi ini memang belum lahir, tapi dia juga manusia, dia punya nyawa kan? Karena aku memutuskan untuk menerimanya, aku akan memperlakukannya dengan baik dan mencintainya.'
Aku tersentuh akan kata-katanya. Kian hari, aku makin sulit bergerak. Tapi ia tetap berada di sisiku dan meyakiniku bahwa semuanya baik-baik saja.
Ia membantuku memijat kaki, mengoleskan minyak untuk mencegah bekas kehamilan dan lain-lain.
Dia juga menemaniku periksa ke rumah sakit. Saat itu aku masih sangat sibuk membuka klinik.
Hingga akhirnya hari persalinan tiba, aku merasa kesakitan sepanjang hari. Ia lalu menyuruhku menutup klinik dan mengantarku ke rumah sakit. Aku masuk ke ruang persalinan.
Selama masa itu, aku terus berpikir, 'mengapa yang perhatian padaku, yang menolongku, yang merasa cemas padaku bukan ayah dari bayi ini, tapi dia?'
Saat itu, aku hanya ingin menggenggamnya dan mengucapkan terima kasih atas pengorbanannya.