Sosok.ID - Entah merasa minder atau apa, banyak laki-laki di Singapura yang melarang pacar mereka jajan di lapak pedagang kaki lima yang satu ini.
Walter Tay meninggalkan profesinya sebagai awak kabin Singapore Airlines demi mencoba hal baru, ia kemudian banting setir jadi pedagang kaki lima.
Pria yang berusia 31 tahun itu kemudian bergabung dengan perusahaan pemasaran multi-level, mengimpor produk kosmetik dari Korea, hingga menyelenggarakan kompetisi kebugaran.
Bisa dikatakan, Walter adalah tipe lelaki tampan yang diliputi dengan mobil mewah dan jam tangan harga selangit.
Kehidupannya begitu sempurna sampai usaha yang dibagunnya terus-terusan mengalami kegagalan.
"Saya tidak pernah berniat menjadi pedagang, ini semua karena situasi semacam 'tak ada pilihan'," ujar Walter, seperti dikutip dari Asia One pada Jumat (11/10/2019).
Walter selama ini mempercayai bahwa seseorang dengan profesi pedagang kaki lima dianggap sebagai masyarakat golongan rendah.
Hal itu tak lepas dari masa kecilnya yang sering mendapat perlakuan kasar dari pelanggan ketika membantu berjualan di warung milik orang tuanya.
Bahkan hal itu sempat membuatnya trauma dan tak mau membantu kedua orang tuanya.
Namun, rasa ingin berinteraksi lebih banyak dengan kedua orang tuanya telah mendorongnya untuk bangkit dari rasa trauma itu.
Kini, ia kembali mendirikan warung di kawasan Kampung Admiralty bersama kedua orang tuanya dan merintis dari awal lagi.
Ketika ditanya apa motivasi terbesarnya untuk kembali ke dunia perdagangan ini, Walter dengan lantang mengatakan, "Penduduk Singapura!"
Sebab ia telah mendapat banyak Direct Message (DM) di akun Instagram-nya dari orang-orang yang mendukung ia dan orang tuanya untuk memulai usaha yang pernah mereka jalankan dulu.
Tidak ada masa depan
Perjuangan awal yang begitu sulit membuat Walter pesimis dan berpikir bahwa usahanya tak memiliki masa depan.
Pria yang memiliki fobia terhadap ketinggian itu juga sering merasa iri dengan teman-temannya yang sedang asik liburan sementara dirinya harus terjebak di warung.
Tapi kini, Walter bertekad untuk mengejar mimpinya menjadi seorang pedagang yang sukses.
Walter tak pernah membedakan jalannya dengan orang-orang yang memilih untuk menjadi pekerja di perusahaan.
Ia percaya bahwa setiap orang berhak melakukan apa yang mereka sukai.
Yang paling penting, ujarnya, adalah tidak melakukan hal itu hanya demi membuat orang lain terkesan.
Selain hal-hal yang menyulitkan, Walter juga memiliki pengalaman yang menyenangkan selama tiga tahun berjualan.
Pengalaman paling membahagiakan adalah saat anak-anak yang jajan di tempatnya meminta foto dengannya.
Sementara pengalaman paling menarik adalah ketika seorang pelanggan wanita mengatakan padanya tidak dapat makan di tempatnya karena dilarang pacarnya.
Wajahnya yang rupawan tampaknya menjadi salah satu alasan mengapa kiosnya selalu dipenuhi dengan antrean para gadis muda.
Pemberitaan media yang meliput kiosnya juga turut membuat kiosnya makin populer di masyarakat.
Penampilan adalah segalanya
Kabar bahagia untuk para jomblowati, Walter ternyata masih lajang.
Ia juga mengatakan saat ini tengah mencari pasangan yang tepat untuk dinikahi.
Sambil tersipu malu, Walter mengatakan bahwa ketampanan adalah hal yang penting baginya ketika ditanya tentang kualitas yang dia cari dalam diri pasangan.
Dengan cepat ia mengklarifikasi bahwa 'ketampanan' yang dimaksudnya adalah seseorang terlihat bahagia dan mudah didekati.
Dan yang paling penting, seseorang yang menikmati hidupnya.
Walter juga berharap di masa mendatang usahanya dapat mengispirasi pemuda di luar sana untuk mencoba profesi PKL.
Kini, Walter telah memiliki beberapa karyawan yang berkerja di kiosnya.
Ia juga sudah berfokus pada pemasaran daripada turun tangan langsung ke dapur.
Walter menyarankan bagi mereka yang ingin memulai usaha di bidang ini untuk mencobanya.
Baca Juga: Mengherankan, Kasus Penyerangan Wiranto Malah Disikapi Sebagian Netizen dengan Lelucon
Alih-alih lansung membuka dengan modal sendiri, lebih baik memulai dengan bekerja di warung milik orang lain terlebih dahulu.
Sebab, uang modal yang lumayan akan hilang begitu saja bila usaha tersebut gagal.
Menurut Walter, kegagalan itu rasanya sangat menakutkan.
Saat ditanya apa makna yang ia dapat dari usahanya, Walter menjawab, "Menjadi PKL seperti tombol reset dalam hidupku".
(*)